Minggu, 03 Juni 2018

NATHANIEL'S NUTMEG (A book review)





Bagi seorang mahasiswa sejarah, membaca buku ini mampu menambah cakrawala yang sangat baik mengenai hubungan dagang orang-orang Eropa di Nusantara, terutama sekali bagi kerajaan Inggris dan Belanda dimasa itu. Dilihat dari judulnya, Nathaniel's Nutmeg, sudah jelas buku ini englensentris ya. Kenapa? karena Nathaniel Courthope ini adalah salah seorang kepala dagang Inggris yang diutus EIC untuk pergi ke Nusantara dan mendapatkan kerjasama dengan masyarakat pribumi mengenai jual beli rempah.(alasan yang ga nyambung,, wkwkwk, intinya ini bahannya emang banyak dari sisi inggris sih tapi ceritanya netral ga sentris-sentrisan insaAllah)

Berdasarkan 'testimoni' Andrew Roberts dari The Wall Street Journal, ia menyatakan "New York akan memakai bahasa Belanda hingga hari ini, bukan bahasa Inggris, jika peristiwa dalam buku ini tidak terjadi". 
Yap bila disimak dari pernyataan Andrew tersebut, kita dapat dengan gamblang menyatakan telah terjadi peristiwa yang cukup hebat dimasa lalu yang berkenaan dengan New York, dan tentu saja berkenaan juga dengan salah satu pulau di Nusantara, atau Indonesia saat ini. Pulau yang mana? yaitu sebuah pulau yang mungkin kita tidak pernah tahu dan lihat di peta-peta Indonesia yang begitu banyak pulaunya, karena pulau ini sangat kecil dan tidak ada lagi "gaungnya" di Indonesia saat ini. Pulau apakah itu? yapp Pulau Run, salah satu pulau di kepulauan Banda yang pada masa Elizabeth I di sinilah Pala tumbuh...

Cekidottt kita review buku ini dari awal sampai beres yaa, sampaii gimana itu pernyataan Andrew bisa gitu,,, dan kalo baca buku ini harus ekstra sabar pas baca bab-bab akhir karenaaaa,,,,, gereget banget sama Belanda,,,, sumpah dahhhhhh kalo berdasarkan bahasa Iran mah (meski artinya ga sekasar di Indonesia) orang Belanda di buku ini tuhh ---Biadab!




Pada bagian awalnya, buku ini menceritakan bagaimana bangsa-bangsa Eropa, terutama, Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda (yang lebih dominan dibahas) mencari rute pelayaran ke gudang rempah di wilayah timur. Nahh untuk menuju ke sana, sudah tergambarlah yaa kalo mereka harus menyusuri pantai Afrika, terus ke India terus masuk ke wilayah Nusantara, dari mulai Aceh, Banten, dan ke Maluku.

Perjalanan dari Eropa ke Nusantara digambarkan dengan cukup baik di sini, perjalanan yang tidak mulus, banyak hambatan, baik itu dari segi internal maupun eksternal. Dari segi internal misalnya, hambatan datang karena awak kapal yang mulai kena berbagai penyakit, persediaan makanan yang mulai menipis karena kelamaan di laut ga nemu-nemu pulau, masalah air bersih sampai masalah pemberontakan, campur aduk dehh,, Adapun masalah ekstenal adalah faktor cuaca di lautan, biasalah ada badai yang membuat mereka akhirnya terombang ambing, atau bahkan kapalnya karam, tidak hanya itu, mereka yang singgah di suatu wilayah juga kadang mendapat masalah yang menyebabkan mereka menunda perjalanan laut kembali, (ada cerita ini di bagian bab-bab akhir ketika orang Inggris di wilayah Arab/Timur Tengah), dan tentu saja perompakan oleh bangsa Eropa lain karena mereka saling bersaing dan gak suka kalo saingannya akan melakukan hal yang sama dengan mereka. 

Satu hal yang baru ku ketahui dari perjalanan orang-orang Eropa ke Nusantara adalah mereka ternyata mencoba menggunakan jalur utara (yaitu ke wilayah dekat Rusia/kutub) untuk sampai di wilayah timur, tujuannya ada dua yang dapat kutangkap, yaitu menghindari bertemu saingan di jalur yang biasa digunakan serta untuk mempersingkat waktu tempuh (pada saat itu banyak tersiar kabar bahwa lewat utara dapat lebih cepat, asal pergi pas musim yang tepat, di mana es belum banyak membeku). Penceritaan mengenai jalur utara yang menantang es dan salju ini bikin geregeettt juga nih, karena para petualan yang dikirim ke sini udah pada gagal nyari rute yang bisa anterin mereka ke wilayah tropiss Nusantara, tapi rumor yang beredar akan jalur utara tak pernah membuat pedagang Belanda maupun Inggris untuk menyerah dan  terus mencoba meski pada akhirnya hasilnya sama aja—Gagal!.



Nah di salah satu pelayaran EIC ke utara, ada tuh kapten kapalnya malah keluar rute yang ditetapkan oleh kongsi, sebut saja namanya Hudson. Hudson ini menyusuri wilayah yang sebelumnya pernah dilalui tapi karena gak beres akhirnya dilanjut lagi pas dapat dana dari kongsi dagang Inggris. Perjalanan Hudson ini mengantarkan dia ke wilayah Indian yang dia bilang "sangat indah di mana  pangan dan hal-hal yang di Eropa mahal dan sulit di dapat, di sini melimpah". Pada saat dia ke sini, orang-orang Indian menyambut mereka (karena orang Indian percaya mereka berasal dari langit, kek dewa mereka gitu) Hudson memberikan mereka minuman sejenis alkohol gitu buat ucapan,, dan orang indian ini pada mabuk, peristiwa itu dalam bahasa Indian disebut mannahata (tempat orang mabuk apa ya kalo salah) yang diperkirakan dari peristiwa itulah nama Manhattan muncul. Tapi meski sudah barter dan ke wilayah itu, orang-orang  Inggris ini gak nempatin atau klaim wilayah ini. Cuma datang, tau tempat ini bagus dan pulang (cerita singkatnya kek gitulah). Yang kemudian ketika orang-orang Belanda datang, mereka langsung mendirikan koloni di wilayah ini dan menamainya dengan New Netherland/New Amsterdam.



Berlanjut ke pelayaran-pelayaran orang-orang Inggris dan Belanda lewat rute biasa lagii,,, pada saat itu, EIC mengirim armada ke sekiannya dengan kepala dagang bernama Nathaniel Courthope untuk menjalin kerjasama dengan penguasa pribumi soal perdagangan rempah/pala. Nathaniel juga diharuskan menjaga wilayah yang akan dikerjasamainya itu. Maka berangkatlah ia ke Nusantara, terutama ke wilayah Run. Kenapa ke Run? karena wilayah-wilayah lain di Banda udah mayoritas dikuasai oleh Belanda, secara mereka terus saingan di mana-mana. Maka ketika Nathaniel sampai di Run, para penguasa pribumi di situ dengan senang hati mau bekerjasama dengan Inggris, secara mereka udah benci banget sama Belanda yang seenaknya. Dalam hal ini, keinginan pribumi kerjasama dengan Inggris dapat terlihat dari pernyataan berikut :

"Dan sementara Raja James dengan kasih Tuhan adalah Raja Inggris, Skotlandia, Prancis, dan Irlandia, kini juga adalah dengan rahmat Allah, Raja Pooloway (Ai) dan Pooloroone (Run)"
Para penguasa di wilayah tersebut mau bekerjasama dengan Inggris jika mereka juga menghormati agama pribumi sebagai syarat.
"bahwa kami benar-benar memohon kepada Yang Mulia hal-hal yang tidak sesuai dengan agama kami, seperti perlakuan tidak hormat pada perempuan, memelihara babi, mengambil paksa barang-barang milik orang, menyalahgunakan orang-orang kami, atau hal-hal seperti itu….. tidak dipraktikan, di luar kebiasaan dan tradisi kami”

setelah kedua pihak saling bersepakat, Nathaniel bener-bener menjaga pulau tersebut, ia menempatkan meriam-meriam kapalnya di pulau tersebut, dan ketika oleh Belanda diminta untuk pergi dari Run dan menyerahkan pulau tersebut, dengan berani dan setia pada raja, Nathaniel menjawab “ Aku tidak bisa, kecuali aku akan menjadi pengkhianat bagi Raja dan negeriku, menyerahkan hak yang aku bisa jaga; dan juga mengkhianati rakyat negaraku, yang telah menyerahkan tanah mereka untuk Yang Mulia Raja”.

Akan tetapi, dalam perjalanannya, pulau Run mampu direbut dan diklaim oleh Belanda, dan Nathaniel meninggal saat ia berusaha mempertahankannya dan bawahan Nathaniel nasibnya gak beda jauh. Insiden perang-perangan di Nusantara tersebut memang tidak terjadi di Eropa sana, EIC dan VOC membicarakan masalah mengenai Run dan wilayah-wilayah di Nusantara lewat diplomasi, ketika disepakati perdamaian antara dua kerajaan tersebut dengan penggantian biaya dan sebagainya, akhirnya mereka “hidup damai” di Nusantara, terutama di wilayah Banda. Masalah kembali muncul dan ini sangat menentukan akan masa depan dua wilayah di Nusantara dan di Amerika, yaitu Pembantaian Ambon.


Insiden Pembantaian Ambon terjadi ketika orang-orang Jepang (yang biasanya jadi tentara bayaran) nanya-nanya tentang pertahanan benteng Belanda,, eh gegara tanya-tanya ini imbasnya mereka dicurigai Belanda akan melakukan penyerangan dan itu dicurigai didalangi oleh orang – orang Inggris. Orang -orang Jepang tersbut dipakasa ngaku, mereka bilangnya Cuma nanya aja, tapi karena terus-terusan disiksa sama Belanda akhirnya merka bilang karlo merka dibayar oleh orang Inggris untuk melakukan konspirasi nyerang Belanda. Nahh mendapat jawaban yang dimau oleh BELanda itu, akhirnya orang-orang Inggris yang ada di eilayah Banda pada dipanggilin dan pada akhirnya disiksa untuk ngaku bahwa mereka melakukan kosnoirasi. Satu persatu ditanya, meskipun dijawab ga tau dan gak ada itu masalah konspirasi, Belanda tetap menyiksa mereka sampai ngaku. Mau gak mau orang-orang Inggris itu pada ngaku hal yang gak mereka lakukan. Bentuk penyiksaannya dengan api dan air. Mereka disiksa sedemikian rupa tanpa proses peradilan yang baik. Hanya dua orang dari orang-orang yang dipanggil BeLanda yang diberikan hak hidup pada saat itu. Ketika 2 orang itu balik ke Inggris dan menceritakan kekejaman Belanda pada orang-orang Inggris dan kongsi, mulai tuh orang-orang Inggris protes dan mengecam Belanda. Parlemen juga akhirnya melakukan diplomasi pada kerajaan Belanda, nuntut ganti rugi, terutama pengusaan Run yang seenaknya aja dulu. Tapi apa yang mereka dapatkan dari Belanda? Nothing, duhh Belanda gak mau ganti rugi dan mengabaikan tuntutan Inggris. Raja Inggrisnya, Raja Charles juga di sini tidak terlalu tegas, ketika Raja tersbut kemudain beganti menjadi Raja Charles II, tetap saja belum ada titik terang antara pertikaian Belanda dan Inggris

Belanda yang tidak ingin Inggris menguasai Pulau Run akhirnya melakukan “pembersihan besar-besaran dan peghancuran di pulau tersebut” rumpun pala ditebang dan tumbuh-tumbuhan dibakar hingga ke akarnya. Run telah menjadi karang yang tandus dan tidak ramah.
Taktik Belanda yang sewenang-wenang tersebut gagal membangkitkan kemarahan Raja Charles II, tapi sukses membuat saudara laki-laki raja, James, Duke of York, marah besar. Dia bertekad untuk membalas ketidakadilan tersebut. Pada 1663, James mempersiapkan empat kapal untuk berlayar ke pantai Afrika dan merebut pos-pos perdangangan Cape Corso milik Belanda di Gold Coast dan berhasil. Kemudian memerintahkan kapal-kapalnya mengarungi Atlantik dan merebut New Netherland yang dikuasai Belanda. “Sudah saatnya untuk mengeluarkan mereka dari kapasitas melakukan kejahatan yang sama di sini” komisi kerajaan menyatakan.

Ketika menyerang Manhattan, James mendapatkan keuntungan karena lawannya di sini tidaklah memiliki kesiapan militer yang tinggi dan dengan tawaran penyerahan yang terhormat, Gubernur New Amsterdam dengan enggan setuju. Pada Senin, 8 September 1664, dia menyerahkan hak Belanda atas Manhattan. Raja Charles II sangat gembira dengan kabar tersebut. “Ini adalah tempat yang sangat penting…kami telah mendapat yagn lebih baik daripada itu dan sekarang kota ini bernama New York”. Belanda memprotes keras, menyatakan bahwa Inggris telah merebut pulau itu “bahkan tanpa naungan hak di dunia”. Raja Charles mengabaikan protes tersebut, bagaimanapun Belanda melakukan agresi serupa ketika mereka merbut Run, sebuah pulau yang mereka tidak punya hak ketimbang Manhattan.

Dengan tidak adanya resolusi yang terlihat, akhirnya Inggris dan Belanda kembali perang dan itu berlarut-larut. Akhirnya disepakati pada Maret 1667 bahwa kedua pihak harus bertemu untuk merundingkan keluhan-keluhan mereka. Tempat pertemuan tersebut adalah wilayah Breda. Perundingan tersebut tidak jauh dari seputar tuntutan kompensasi Inggris terhadap kekejaman Belanda dan juga pengembalian segera Pulau Run. Sementara Belanda mengeluhkanperompakan Inggris dan pengembalian Manhattan, akan tetapi tidak mau mengmbalikan Run karena merupakan fondasi utama dari keuntungan dan kekuatan Belanda di Hindia Timur. Akhirnya dalam perundingan tersebut komisioner perdamaian mengusulkan satu-satunya solusi yang tersisa, bahwa sebagai imbalan Belanda menguasai Run, Inggris harus dizinkan  menguasai Manhattan.

Di siniiiii,, dipoint ini sebenarnya perwakilan Inggris di perundingan masih takut untuk setuju karena Run bagaimanapun adalah aset terkaya mereka. Para perwakilan tersebut akhirnya mengirin surat ke London untuk meminta nasihat. Pada 18 April 1667 sebuah surat datang dengan instruksi sederhana “ kami MENYETUJUI”. Kesepatakan akhirnya dicapai. New Amstedam benar-benar menjadi New York.


Pada akhirnya meskipun di buku ini terlihat Inggris menderita kekalahan yang banyak dibanding Belanda dalam perebutan Pulau Run, dan Inggris kehilangan pulau Palanya di Hindia, tapi sesungguhnya Inggris menyulut “kematian ekonomi” di Kepulauan Banda. Sebelum benar-benar angkat kaki dari Banda, pada abad ke-19, Inggris mencabuti ratusan bibit pohon pala dengan beberapa ton tanah setempat dan mengirimnya ke Sri Langka, Penang, dan Singapura. Dalam beberapa dekade, perkebunan baru tersebut berkembang dan jauh melampaui produksi di Kepulauan Banda.