Bagi seorang mahasiswa sejarah, membaca buku ini
mampu menambah cakrawala yang sangat baik mengenai hubungan dagang orang-orang
Eropa di Nusantara, terutama sekali bagi kerajaan Inggris dan Belanda dimasa
itu. Dilihat dari judulnya, Nathaniel's Nutmeg,
sudah jelas buku ini englensentris ya. Kenapa? karena
Nathaniel Courthope ini adalah salah seorang kepala dagang Inggris yang diutus
EIC untuk pergi ke Nusantara dan mendapatkan kerjasama dengan masyarakat
pribumi mengenai jual beli rempah.(alasan yang ga nyambung,, wkwkwk, intinya
ini bahannya emang banyak dari sisi inggris sih tapi ceritanya netral ga
sentris-sentrisan insaAllah)
Berdasarkan 'testimoni' Andrew Roberts dari The
Wall Street Journal, ia menyatakan "New York akan memakai bahasa Belanda
hingga hari ini, bukan bahasa Inggris, jika peristiwa dalam buku ini tidak
terjadi".
Yap bila disimak dari pernyataan Andrew
tersebut, kita dapat dengan gamblang menyatakan telah terjadi peristiwa yang
cukup hebat dimasa lalu yang berkenaan dengan New York, dan tentu saja
berkenaan juga dengan salah satu pulau di Nusantara, atau Indonesia saat ini.
Pulau yang mana? yaitu sebuah pulau yang mungkin kita tidak pernah tahu dan
lihat di peta-peta Indonesia yang begitu banyak pulaunya, karena pulau ini
sangat kecil dan tidak ada lagi "gaungnya" di Indonesia saat ini.
Pulau apakah itu? yapp Pulau Run, salah satu pulau di kepulauan Banda yang pada
masa Elizabeth I di sinilah Pala tumbuh...
Cekidottt kita review buku ini dari awal sampai
beres yaa, sampaii gimana itu pernyataan Andrew bisa gitu,,, dan kalo baca buku
ini harus ekstra sabar pas baca bab-bab akhir karenaaaa,,,,, gereget banget
sama Belanda,,,, sumpah dahhhhhh kalo berdasarkan bahasa Iran mah (meski
artinya ga sekasar di Indonesia) orang Belanda di buku ini tuhh ---Biadab!
Pada bagian awalnya, buku ini menceritakan bagaimana bangsa-bangsa Eropa, terutama, Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda (yang lebih dominan dibahas) mencari rute pelayaran ke gudang rempah di wilayah timur. Nahh untuk menuju ke sana, sudah tergambarlah yaa kalo mereka harus menyusuri pantai Afrika, terus ke India terus masuk ke wilayah Nusantara, dari mulai Aceh, Banten, dan ke Maluku.
Perjalanan dari Eropa ke Nusantara digambarkan
dengan cukup baik di sini, perjalanan yang tidak mulus, banyak hambatan, baik
itu dari segi internal maupun eksternal. Dari segi internal misalnya, hambatan
datang karena awak kapal yang mulai kena berbagai penyakit, persediaan makanan
yang mulai menipis karena kelamaan di laut ga nemu-nemu pulau, masalah air bersih
sampai masalah pemberontakan, campur aduk dehh,, Adapun masalah ekstenal adalah
faktor cuaca di lautan, biasalah ada badai yang membuat mereka akhirnya
terombang ambing, atau bahkan kapalnya karam, tidak hanya itu, mereka yang
singgah di suatu wilayah juga kadang mendapat masalah yang menyebabkan mereka
menunda perjalanan laut kembali, (ada cerita ini di bagian bab-bab akhir ketika
orang Inggris di wilayah Arab/Timur Tengah), dan tentu saja perompakan oleh
bangsa Eropa lain karena mereka saling bersaing dan gak suka kalo saingannya
akan melakukan hal yang sama dengan mereka.
Satu hal yang baru ku ketahui dari perjalanan
orang-orang Eropa ke Nusantara adalah mereka ternyata mencoba menggunakan jalur
utara (yaitu ke wilayah dekat Rusia/kutub) untuk sampai di wilayah timur,
tujuannya ada dua yang dapat kutangkap, yaitu menghindari bertemu saingan di
jalur yang biasa digunakan serta untuk mempersingkat waktu tempuh (pada saat
itu banyak tersiar kabar bahwa lewat utara dapat lebih cepat, asal pergi pas
musim yang tepat, di mana es belum banyak membeku). Penceritaan mengenai jalur
utara yang menantang es dan salju ini bikin geregeettt juga nih, karena para
petualan yang dikirim ke sini udah pada gagal nyari rute yang bisa anterin
mereka ke wilayah tropiss Nusantara, tapi rumor yang beredar akan jalur utara
tak pernah membuat pedagang Belanda maupun Inggris untuk menyerah dan
terus mencoba meski pada akhirnya hasilnya sama aja—Gagal!.
Nah di salah satu pelayaran EIC ke utara, ada
tuh kapten kapalnya malah keluar rute yang ditetapkan oleh kongsi, sebut saja
namanya Hudson. Hudson ini menyusuri wilayah yang sebelumnya pernah dilalui
tapi karena gak beres akhirnya dilanjut lagi pas dapat dana dari kongsi dagang
Inggris. Perjalanan Hudson ini mengantarkan dia ke wilayah Indian yang dia
bilang "sangat indah di mana pangan dan hal-hal yang di Eropa mahal
dan sulit di dapat, di sini melimpah". Pada saat dia ke sini, orang-orang
Indian menyambut mereka (karena orang Indian percaya mereka berasal dari langit,
kek dewa mereka gitu) Hudson memberikan mereka minuman sejenis alkohol gitu
buat ucapan,, dan orang indian ini pada mabuk, peristiwa itu dalam bahasa Indian
disebut mannahata (tempat orang mabuk apa ya kalo salah) yang
diperkirakan dari peristiwa itulah nama Manhattan muncul. Tapi meski sudah
barter dan ke wilayah itu, orang-orang Inggris ini gak nempatin atau
klaim wilayah ini. Cuma datang, tau tempat ini bagus dan pulang (cerita
singkatnya kek gitulah). Yang kemudian ketika orang-orang Belanda datang, mereka
langsung mendirikan koloni di wilayah ini dan menamainya dengan New Netherland/New
Amsterdam.
Berlanjut ke pelayaran-pelayaran orang-orang Inggris
dan Belanda lewat rute biasa lagii,,, pada saat itu, EIC mengirim armada ke
sekiannya dengan kepala dagang bernama Nathaniel Courthope untuk menjalin
kerjasama dengan penguasa pribumi soal perdagangan rempah/pala. Nathaniel juga
diharuskan menjaga wilayah yang akan dikerjasamainya itu. Maka berangkatlah ia
ke Nusantara, terutama ke wilayah Run. Kenapa ke Run? karena wilayah-wilayah
lain di Banda udah mayoritas dikuasai oleh Belanda, secara mereka terus saingan
di mana-mana. Maka ketika Nathaniel sampai di Run, para penguasa pribumi di
situ dengan senang hati mau bekerjasama dengan Inggris, secara mereka udah
benci banget sama Belanda yang seenaknya. Dalam hal ini, keinginan pribumi
kerjasama dengan Inggris dapat terlihat dari pernyataan berikut :
"Dan sementara Raja James dengan kasih
Tuhan adalah Raja Inggris, Skotlandia, Prancis, dan Irlandia, kini juga adalah
dengan rahmat Allah, Raja Pooloway (Ai) dan Pooloroone (Run)"
Para penguasa di wilayah tersebut mau
bekerjasama dengan Inggris jika mereka juga menghormati agama pribumi sebagai
syarat.
"bahwa kami benar-benar memohon kepada Yang Mulia
hal-hal yang tidak sesuai dengan agama kami, seperti perlakuan tidak
hormat pada perempuan, memelihara babi, mengambil paksa barang-barang milik
orang, menyalahgunakan orang-orang kami, atau hal-hal seperti itu….. tidak dipraktikan,
di luar kebiasaan dan tradisi kami”
setelah kedua pihak saling bersepakat, Nathaniel bener-bener
menjaga pulau tersebut, ia menempatkan meriam-meriam kapalnya di pulau tersebut,
dan ketika oleh Belanda diminta untuk pergi dari Run dan menyerahkan pulau
tersebut, dengan berani dan setia pada raja, Nathaniel menjawab “ Aku tidak
bisa, kecuali aku akan menjadi pengkhianat bagi Raja dan negeriku, menyerahkan
hak yang aku bisa jaga; dan juga mengkhianati rakyat negaraku, yang telah
menyerahkan tanah mereka untuk Yang Mulia Raja”.
Akan tetapi, dalam perjalanannya, pulau Run mampu direbut dan
diklaim oleh Belanda, dan Nathaniel meninggal saat ia berusaha mempertahankannya
dan bawahan Nathaniel nasibnya gak beda jauh. Insiden perang-perangan di Nusantara
tersebut memang tidak terjadi di Eropa sana, EIC dan VOC membicarakan masalah
mengenai Run dan wilayah-wilayah di Nusantara lewat diplomasi, ketika disepakati
perdamaian antara dua kerajaan tersebut dengan penggantian biaya dan sebagainya,
akhirnya mereka “hidup damai” di Nusantara, terutama di wilayah Banda. Masalah
kembali muncul dan ini sangat menentukan akan masa depan dua wilayah di
Nusantara dan di Amerika, yaitu Pembantaian Ambon.
Insiden
Pembantaian Ambon terjadi ketika orang-orang Jepang (yang biasanya jadi tentara
bayaran) nanya-nanya tentang pertahanan benteng Belanda,, eh gegara tanya-tanya
ini imbasnya mereka dicurigai Belanda akan melakukan penyerangan dan itu
dicurigai didalangi oleh orang – orang Inggris. Orang -orang Jepang tersbut
dipakasa ngaku, mereka bilangnya Cuma nanya aja, tapi karena terus-terusan
disiksa sama Belanda akhirnya merka bilang karlo merka dibayar oleh orang
Inggris untuk melakukan konspirasi nyerang Belanda. Nahh mendapat jawaban yang
dimau oleh BELanda itu, akhirnya orang-orang Inggris yang ada di eilayah Banda
pada dipanggilin dan pada akhirnya disiksa untuk ngaku bahwa mereka melakukan
kosnoirasi. Satu persatu ditanya, meskipun dijawab ga tau dan gak ada itu
masalah konspirasi, Belanda tetap menyiksa mereka sampai ngaku. Mau gak mau
orang-orang Inggris itu pada ngaku hal yang gak mereka lakukan. Bentuk penyiksaannya
dengan api dan air. Mereka disiksa sedemikian rupa tanpa proses peradilan yang
baik. Hanya dua orang dari orang-orang yang dipanggil BeLanda yang diberikan
hak hidup pada saat itu. Ketika 2 orang itu balik ke Inggris dan menceritakan
kekejaman Belanda pada orang-orang Inggris dan kongsi, mulai tuh orang-orang
Inggris protes dan mengecam Belanda. Parlemen juga akhirnya melakukan diplomasi
pada kerajaan Belanda, nuntut ganti rugi, terutama pengusaan Run yang seenaknya
aja dulu. Tapi apa yang mereka dapatkan dari Belanda? Nothing, duhh Belanda gak
mau ganti rugi dan mengabaikan tuntutan Inggris. Raja Inggrisnya, Raja Charles
juga di sini tidak terlalu tegas, ketika Raja tersbut kemudain beganti menjadi
Raja Charles II, tetap saja belum ada titik terang antara pertikaian Belanda
dan Inggris
Belanda
yang tidak ingin Inggris menguasai Pulau Run akhirnya melakukan “pembersihan
besar-besaran dan peghancuran di pulau tersebut” rumpun pala ditebang dan
tumbuh-tumbuhan dibakar hingga ke akarnya. Run telah menjadi karang yang tandus
dan tidak ramah.
Taktik
Belanda yang sewenang-wenang tersebut gagal membangkitkan kemarahan Raja Charles
II, tapi sukses membuat saudara laki-laki raja, James, Duke of York, marah
besar. Dia bertekad untuk membalas ketidakadilan tersebut. Pada 1663, James
mempersiapkan empat kapal untuk berlayar ke pantai Afrika dan merebut pos-pos
perdangangan Cape Corso milik Belanda di Gold Coast dan berhasil. Kemudian
memerintahkan kapal-kapalnya mengarungi Atlantik dan merebut New Netherland
yang dikuasai Belanda. “Sudah saatnya untuk mengeluarkan mereka dari kapasitas
melakukan kejahatan yang sama di sini” komisi kerajaan menyatakan.
Ketika
menyerang Manhattan, James mendapatkan keuntungan karena lawannya di sini tidaklah
memiliki kesiapan militer yang tinggi dan dengan tawaran penyerahan yang
terhormat, Gubernur New Amsterdam dengan enggan setuju. Pada Senin, 8 September
1664, dia menyerahkan hak Belanda atas Manhattan. Raja Charles II sangat
gembira dengan kabar tersebut. “Ini adalah tempat yang sangat penting…kami telah
mendapat yagn lebih baik daripada itu dan sekarang kota ini bernama New York”.
Belanda memprotes keras, menyatakan bahwa Inggris telah merebut pulau itu “bahkan
tanpa naungan hak di dunia”. Raja Charles mengabaikan protes tersebut,
bagaimanapun Belanda melakukan agresi serupa ketika mereka merbut Run, sebuah
pulau yang mereka tidak punya hak ketimbang Manhattan.
Dengan
tidak adanya resolusi yang terlihat, akhirnya Inggris dan Belanda kembali perang
dan itu berlarut-larut. Akhirnya disepakati pada Maret 1667 bahwa kedua pihak
harus bertemu untuk merundingkan keluhan-keluhan mereka. Tempat pertemuan tersebut
adalah wilayah Breda. Perundingan tersebut tidak jauh dari seputar tuntutan kompensasi
Inggris terhadap kekejaman Belanda dan juga pengembalian segera Pulau Run. Sementara
Belanda mengeluhkanperompakan Inggris dan pengembalian Manhattan, akan tetapi
tidak mau mengmbalikan Run karena merupakan fondasi utama dari keuntungan dan
kekuatan Belanda di Hindia Timur. Akhirnya dalam perundingan tersebut
komisioner perdamaian mengusulkan satu-satunya solusi yang tersisa, bahwa
sebagai imbalan Belanda menguasai Run, Inggris harus dizinkan menguasai Manhattan.
Di
siniiiii,, dipoint ini sebenarnya perwakilan Inggris di perundingan masih takut
untuk setuju karena Run bagaimanapun adalah aset terkaya mereka. Para perwakilan
tersebut akhirnya mengirin surat ke London untuk meminta nasihat. Pada 18 April
1667 sebuah surat datang dengan instruksi sederhana “ kami MENYETUJUI”. Kesepatakan
akhirnya dicapai. New Amstedam benar-benar menjadi New York.
Pada
akhirnya meskipun di buku ini terlihat Inggris menderita kekalahan yang banyak
dibanding Belanda dalam perebutan Pulau Run, dan Inggris kehilangan pulau
Palanya di Hindia, tapi sesungguhnya Inggris menyulut “kematian ekonomi” di Kepulauan
Banda. Sebelum benar-benar angkat kaki dari Banda, pada abad ke-19, Inggris
mencabuti ratusan bibit pohon pala dengan beberapa ton tanah setempat dan mengirimnya
ke Sri Langka, Penang, dan Singapura. Dalam beberapa dekade, perkebunan baru tersebut
berkembang dan jauh melampaui produksi di Kepulauan Banda.