Rabu, 18 Januari 2017

DOKTIN MONROE : DARI POLITIK ISOLASI HINGGA PERANG DUNIA PERTAMA (1823-1917)



ilustrasi dari kebijakan doktrin Monroe
sumber : internet (kalo ga valid so sorry,,hehe)

 
Latar Belakang
Perang dunia kedua yang dimulai pada tahun 1939 hingga berakhir pada tahun 1945 memunculkan peran besar Amerika dalam kancah internasional. Amerika menjadi pemenang perang dunia kedua dan menjadi satu-satunya kekuatan besar di dunia pasca berakhirnya perang dingin tahun 1991 sehingga tidak heran apabila hegemoni negara tersebut terhadap negara-negara lain begitu mencengkram bahkan Amerika sibuk terlibat dalam berbagai urusan negara lain. Namun, sebelum menjadi negara adidaya dan terlibat dalam mencampuri urusan negara lain seperti saat ini, Amerika pernah menjalani politik isolasi dari negara-negara luar yang menyatakan bahwa negara tersebut tidak ikut campur urusan negara lain dan tidak ingin pula urusannya dicampuri oleh negara lain. Hal tersebut terjadi salah satu faktornya adalah karena munculnya Doktrin Monroe tahun 1823.
Doktrin Monroe merupakan suatu pernyataan yang dilontarkan oleh Presiden Amerika ke-5 (1817-1825), James Monroe, dalam pidato tahunannya di depan Kongres. Isi pidato dari Monroe ialah mengenai penolakan Amerika terhadap negara-negara Eropa dalam melakukan perluasan wilayah dan dominasi di benua Amerika. Doktrin Monroe ini dilatarbelakangi oleh gejolak revolusi di negeri-negeri Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang ingin memerdekakan diri dari cengkraman bangsa Eropa, dan atas desakan publik Amerika, Amerikapun mengakui kemerdekaan negara-negara Latin. Secara implisit, Doktrin Monroe menyatakan bahwa America for the Americans sehingga sejak bergulirnya doktrin tersebut, Amerika fokus membangun negerinya dan  bersifat netral terhadap urusan yang terjadi di Benua Eropa. Hal tersebut memperlihatkan dijalankannya politik isolasi Amerika terhadap dunia luar dan dengan demikian menjadikannya sebagai politik luar negeri Amerika.
Politik isolasi yang dimaksud tentu bukan menutup diri dari setiap hubungan internasional dengan negara-negara lain, isolasi yang dijalankan oleh Amerika adalah sebuah kenetralan akan masalah yang dihadapi oleh negara-negara Eropa yang sedang berkonflik serta tidak memihak blok manapun, baik Aliansi Suci maupun Sekutu. Kebijakan tersebut selain mengacu pada doktrin Monroe juga mengacu pada ucapan Washington dalam pidato perpisahannya pada tanggal 17 September 1796 yang menguraikan dasar-dasar politik luar negeri Amerika dengan pengertian tidak mengajukan pendapat dalam masalah Eropa. [1]
Ketika bayang-bayang perang dunia pertama muncul di hadapan Amerika, Doktrin Monroe dan politik isolasi tersebut tentu tidak dapat pula dipertahankan selamanya. Kedaulatan Amerika mulai mengalami ancaman serius sebagai dampak dari perang tersebut sehingga diperlukan tindakan untuk mengatasinya. Di tahun 1917 Amerika serikat bergabung dengan Perancis dan Inggris untuk melawan Jerman yang mengancam kemerdekaan kedua negara tersebut. Masih di bawah sikap mempertahankan kenetralan, Amerika masuk dalam perang dunia pertama hanya sebatas  “penengah”, meskipun hal tersebut menyalahi doktrin Monroe. Perang yang dimaksudkan oleh Amerika tentu sebagai bentuk menjaga demokrasi tetap berjalan, dunia aman dan damai serta sebagai bentuk penghentian perang (war end war).
Dengan demikian, Doktrin Monroe yang dilontarkan tahun 1823 mengalami perubahan orientasi yang disesuaikan dengan situasi yang dihadapi oleh Amerika dan  juga masyarakatnya.


Pengaruh Doktrin Monroe terhadap Politik Isolasi Amerika
Amerika Serikat (The United States Of America) mendeklarasikan kemerdekaannya dari Inggris pada tanggal 4 Juli 1776 setelah melalui serangkain perang dan perjuangan. Pengalamannya sebagai daerah koloni dari bangsa Eropa yang pindah ke benua baru untuk kehidupan yang lebih baik, baik dari segi politik, ekonomi, sosial budaya dan juga kehidupan beragama, menjadikan negara ini menjunjung tinggi nilai liberalisme dan demokrasi sebagai dasar negara. Sebagai negara yang menjungjung tinggi demokrasi dan libelarisme, Amerika juga harus menghormati hak merdeka bangsa lain yang juga ingin lepas dari kungkungan bangsa Eropa. Doktrin Monroe menjadi salah satu jawaban dari bentuk demokrasi Amerika terhadap dunia internasional pada saat itu.
Doktrin tersebut muncul dilatarbelakangi oleh gerakan revolusi dari Amerika tengah dan selatan pada dekade awal abad ke-19.  Ketika para koloni Inggris mendapatkan kebebasannya dan menjadi negara merdeka seutuhnya, gagasan tersebut juga memberikan pengaruh pada rakyat Amerika Latin. Penaklukan Napoleon atas Spanyol dan Portugal pada 1808 menjadi pertanda bagi rakyat Amerika Latin untuk mengadakan pemberontakan. Menjelang 1822, dipimpin dengan cakap oleh Simon Bolivar, Francisco Miranda, Jose de San Martin dan Miguel de Hidalgo, sebagian besar Amerika Hispanik–dari Argentina dan Chili di selatan hingga Meksiko di utara–memenangkan kemerdekaan mereka. Rakyat Amerika Serikat melihatnya sebagai sebuah pengulangan pengalaman mereka sendiri dalam memisahkan diri dari bawah kekuasaan Eropa. Gerakan kemerdekaan Amerika Latin mempertegas keyakinan rakyat Amerika terhadap pemerintahan otonomi. Maka, dengan tekanan dari publik, Presiden James Monroe pada 1822 menerima wewenang untuk mengakui negara Amerika Latin baru dan menegaskan status mereka sebagai negara merdeka yang sesungguhnya, sepenuhnya terpisah dari ikatan lama mereka dengan Eropa, layaknya negara Amerika Serikat.[2].
James Monroe dalam pidato tahunannya di depan Kongres pada tanggal 2 Desember 1823 menyampaikan apa yang kemudian dikenal sebagai doktrin Monroe- suatu penolakan toleransi terhadap dominasi lebih lanjut Eropa di benua Amerika. Pernyataan James Monroe mengekspresikan akan dua keadaan khusus yang terjadi pada saat itu. Pertama, dia takut akan rencana Rusia untuk mendirikan koloni di pantai barat. Kedua dia takut akan rencana bangsa-bangsa Eropa untuk mengembalikan koloni-koloni Spanyol di Amerika Latin yang memberontak dan menyatakan kemerdekaannya. Tentu saja Amerika menentang hal tersebut.[3] Amerika sangat khawatir karena Amerika Latin telah menjadi mitra perdagangan yang sangat penting pada saat itu.  
Doktin Monroe merupakan manifestasi politik status quo yang mempunyai arti penting bagi Amerika Serikat dan merupakan landasan hubungan luar negerinya. Deklarasi unilateral oleh presiden James Monroe menetapkan dua prinsip doktrin. Pertama doktrin tersebut menetapkan agar Amerika serikat menghormati pembagian kekuasaan yang sudah ada di dunia belahan barat. “Dengan koloni yang sudah ada atau ketergantungan terhadap kekuatan Eropa mana pun, kami tidak pernah campur tangan dan takkan pernah campur tangan”. Kedua, doktrin tersebut menyatakan perlawanan Amerika serikat terhadap perubahan apa pun atas  pembagian kekuasaan yang ada oleh suatu negara non-Amerika : “Tetapi dengan pemerintah yang telah menyatakan kemerdekaannya dan mempertahankan kemerdekaan itu, juga kemerdekaan yang telah kita... akui, kita tidak dapat membiarkan tindakan campur tangan apa pun yang bertujuan menekan mereka, atau mengendalikan nasib mereka dengan cara apa pun, oleh kekuatan Eropa mana pun dengan anggapan selain manifestasi disposisi tidak ramah terhadap Amerika Serikat.”[4]
Dengan demikian, Amerika secara jelas menolak setiap bentuk intervensi asing terhadap negaranya dan juga negara di benua Amerika, dan sebagai “balasannya” Amerika tidak turut campur dalam urusan negara-negara Eropa serta memilih untuk bersifat netral terhadap konflik yang berlangsung di benua Eropa.
Ketidak ikut campuran Amerika dalam percaturan konflik Eropa membuatnya fokus dalam membangun negara sehingga pada saat tersebut mulailah tumbuh benih-benih politik isolasi dalam masyarakat Amerika. Isolasi yang dijalankan oleh Amerika adalah sebuah bentuk ketidakberpihakan Amerika terhadap blok manapun di Eropa dan lebih memilih bersikap netral.
            Apabila merujuk pada ucapan Geoge Washington dalam pidato perpisahannya di depan Kongres, adalah bahaya dan tidak ada manfaatnya bagi Amerika untuk berpihak pada blok-blok yang sedang bertikai di Eropa “bagi Eropa ada sejumlah kepentingan mendasar yang tidak ada kaitannya dengan kita atau hubungan kita dengannya jauh karena itu mengharuskan Eropa untuk terjun dalam konflik yang terus-menerus yang sebabnya asing bagi kita dan juga kepentingan kita” selain itu diutarakan pula oleh Washington bahwa tidak bijak jika “ kami melibatkan diri dengan ikatan-ikatan semu dalam pergolakan politik dan kelompoknya serta konflik permusuhan dan persahabatannya. Sesungguhnya posisi kita yang jauh dan terpisah darinya mengajak kita untuk, bahkan dapat mengikuti jalan lain…. Mengapa kita harus meninggalkan keistimewaan posisi yang unik ini? kenapa kita meninggalkan tanah kita untuk berdiri di tanah yang asing dengan kita? Kenapa kita harus mengikatkan nasib kita dengan nasib eropa sementara kita melibatkan bangsa kita dengan ambisi-ambisi negara eropa dan menyaingi dalam kepentingan langkah-langkahnya?” [5]
Ucapan Washington tersebut dapat menggambarkan rasa nasionalisme untuk melawan penjajah (bangsa Eropa) telah muncul pascaperang kemerdekaan. Nasionalisme di Amerika tersebut membentuk isolasi politik dan ideologi antara Amerika dan Eropa. Meskipun tidak secara langsung Washington mendoktrin untuk melakukan isolasi dan pemutusan hubungan dengan Eropa, tetapi ketika Monroe menyatakan doktrinnya, hal tersebut layaknya sebuah dorongan lain bagi masyarakat Amerika untuk benar-benar menutup diri dari konflik-konflik Eropa dan fokus terhadap pembangunan negara sendiri.
Dengan doktrin Monroe, paham demokrasi dan sistem ekonomi yang dianutpun turut mendorong politik isolasi dilaksanakan oleh masyarakat Amerika. Untuk membangun ekonomi, Amerika mengadopsi kapitalisme dan liberalisme perdagangan dari revolusi industri. Hal tersebut mendorong masyarakat Amerika berorientasi pada ekonomi dan materialisme, sedangkan politik bukan sesuatu yang penting bagi mereka. Dengan berfokus pada ekonomi masyarakat Amerika mendapati dirinya dalam damai dan kemakmuran sedangkan negara-negara Eropa masih sibuk dalam konflik dan peperangan. Titik tolak tersebut menciptakan satu falsafah bagi Amerika yang melandasi politik isolasi; bahwa Amerika harus memutus hubungan dengan Eropa karena dengan adanya isolasi dari Eropa, Amerika dapat menjaga kejernihan demokrasinya dan terfokus pada politik dalam negeri dengan mengembangkan kekakayaan dan menjaga kebebasan.[6]

2 Perang Dunia Pertama sebagai bentuk penyimpangan Doktrin Monroe
Bergolaknya konflik negara-negara Eropa berakhir dengan munculnya perang dunia pertama pada tahun 1914. Perang yang hanya melibatkan negara-negara Eropa tersebut sering disebut sebagai perang Eropa, tetapi dampak dari perang tersebut berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat Amerika dan juga politik luar negerinya. Sejak 1914, Amerika mulai menjadi sebuah kekuatan dunia, mendapatkan hubungan jauh dengan koloni, menjadi sebuah elemen dalam keseimbangan kekuatan Eropa, dan  kebijakan luar negerinya berubah dari kebenuaan dan keisolasian ke dalam sebuah bidang yang lebih besar.[7]
Bagi masyarakyat Amerika yang hidup pada 1914, pecahnya perang di Eropa—Jerman dan Austria- Hongaria melawan Inggris, Perancis, dan Rusia—membuat mereka tersentak. Awalnya pertempuran itu seakan terasa sangat jauh, tapi dampak ekonomi dan politiknya terasa dalam waktu singkat dan dengan parah. Selama 1915, industri Amerika, yang sedang mengalami masa depresi ringan, mulai membaik karena adanya permintaan peralatan perang dari Sekutu di Barat. Kedua pihak yang berseteru menggunakan propaganda untuk menyulut semangat rakyat Amerika—yang sepertiganya adalah warga negara asing atau lahir dari orangtua berkewarganegaraan asing.[8]
Awalnya, bangsa Amerika masih memegang teguh sikap netralnya terhadap negara-negara yang berkonflik, dengan masih di bawah doktrin Monroe, keterlibatan Amerika dalam perang tersebut hanya sebatas produsen dan penjual senjata untuk para negara yang berperang di Eropa, tidak ambil bagian dari konflik secara langsung. Bangsa Amerika dimasa damai tidak memalingkan perhatiaannya pada masalah luar negeri karena itu akan memalingkan manusia dari nilai materi mereka serta membalikkan nilai-nilai sosialnya, kecuali dengan terpaksa.
Faktor yang mulai menggoyahkan kenetralan masyarakat Amerika dalam mempertahankan doktrin Monroe adalah ketika kapal-kapal Amerika dihadang, digeledah serta barang-barangnya diambil oleh Inggris ataupun Jerman, hal yang dilakukan Amerika masih sebatas protes dan peringatan. Kemudian, kapal sipil Inggris, Lusitania, pada 7 Mei 1915 ditenggelamkan oleh kapal selam Jerman sehingga menewaskan 1.198 orang, 128 orang di antaranya adalah orang Amerika. Hal itu tentu menimbulkan kemarahan rakyat Amerika sehingga membuat Presiden Wilson mendesak agar penyerangan terhadap angkutan laut dan kapal dagang Amerika segera dihentikan. Adanya peringatan dari Amerika tersebut membuat Jerman untuk sementara waktu menghentikan perang kapal selamnya, tetapi pada Agustus 1915, Jerman kembali melakukan serangan untuk menenggelamkan kapal pesiar Inggris, Arabic, dan kapal pesiar Perancis, Sussex, yang hancur terkena torpedo pada Maret 1916.
Hal tersebut tentu tidak dapat lagi ditolerir oleh Amerika, ketika negara-negara yang berperang mulai mengancam dan mengganggu hak hidup masyarakat Amerika, tentu bangsa Amerika tidak bisa tinggal diam dan tidak mungkin berpura-pura tidak mengetahuinya sehingga Amerika yang menjunjung demokrasi dan kebebasan menuntut pertanggung jawaban dari akibat perang yang berdampak pada Amerika. Amerika tidak dapat lagi hanya sekedar memberikan peringatan, tentu harus ada ketegasan sikap dalam menghadapi Perang Dunia Pertama. Maka, konsekuensi logis dari hal tersebut adalah penyimpangan terhadap dokrin Monroe dan politik isolasi.
Presiden Wilson yang kembali terpilih pada 1916, merasa mengemban tugas untuk bertindak sebagai pendamai, dia berpidato di hadapan Senat Amerika, pada 22 Januari 1917, mendesak negara yang sedang berperang untuk menerima “perdamaian tanpa kemenangan.” Namun pada 31 Januari 1917, pemerintah Jerman mulai menjalani perang terbuka di dasar laut dan menyebabkan lima armada laut Amerika tenggelam. Maka tidak mungkin lagi Amerika hanya memberikan ultimatum tanpa bertindak. Ketika provokasi dikobarkan, maka penggunaan sarana kekerasan seperti perang digunakan untuk mencapai kedamaian dan kestabilan. Sementara serangan militer Amerika hanya untuk membela demokrasi dan mengenyahkan musuh yang tidak bermoral yang bisa mengancam demokrasi.[9]
Perang yang dilancarkan Amerika menurut pandangan bangsa Amerika bukanlah suatu bentuk politik kekuasaaan seperti yang dilakukan oleh negara-negara Eropa yang yang didorong oleh konflik antarkelas. Keterlibatan Amerika dalam kancah perang dunia adalah untuk mengembalikan perimbangan di Eropa, di mana penguasaan satu negara terhadapnya akan mengecam keamanan Amerika itu sendiri. Adapun intervensi menurut cara pandang bangsa Amerika adalah dalam rangka menghapuskan kediktatoran dan mengembalikan demokrasi.[10]
 Dengan pandangan tersebut, maka Amerika mulai merealisasikan untuk masuk kancah perang dan bergabung dalam blok sekutu. Pada tanggal 2 April 1917 Presiden Wilson mendapat persetujuan untuk mendeklarasikan perang dari Kongres. Pemerintah bergerak cepat dalam mengerahkan sumber daya militer, industri, tenaga dan hasil pertanian untuk persiapan perang. Selama Oktober 1918, pada malam sebelum kemenangan pihak Sekutu, lebih dari 1.750.000 tentara Amerika telah tersebar di Perancis. Pada musim panas 1918, tentara Amerika yang baru tiba di bawah pimpinan Jendral J. Pershing memainkan peranan penting dalam menghentikan serangan terakhir dari Jerman. Pada musim gugur tahun itu, tentara Amerika merupakan tokoh kunci dalam serangan di Meuse-Argonne, yang berhasil menembus Garis Hindenburg Jerman. Presiden Wilson berkontribusi besar dalam mengakhiri perang secara lebih cepat dengan mendefinisikan tujuan perang Amerika yang menyatakan perjuangan ini bukan untuk memerangi rakyat Jerman melainkan terhadap pemerintahan otoriter mereka.[11]
Meskipun masuknya perang Amerika dalam perang dunia pertama menyimpang dari doktrin Monroe, tapi Amerika berupaya supaya bentuk akhir dari perang ialah suatu perasaaan untuk menjaga perdamaian diantara negara-negara Eropa. pasca berakhirnya perang tahun 1918, presiden Wilson mengajukan suatu keputusan pada Senat yang disebut dengan Empat Belas Poin, yang salah satu isinya adalah pendirian liga bangsa-bangsa untuk mengikat perdamaian antar negara yang berperang. Namun negara-negara yang berkonflik tersebut, khususnya blok Sekutu yang menang perang dunia pertama, mengeluarkan perjanjian Versailles yang salah satu isinya adalah membebankan tanggungan pampasan perang yang sangat berat terhadap Jerman.
Pendirian Liga bangsa-bangsa yang digagas oleh presiden Wilson ini mendapat opposisi dari senator Republik di Senat, Borah dan Lodge. Presiden Wilson gagal melibatkan tokoh terkemuka partai Republik dalam negosiasi perjanjian perdamaian. Ia kembali dengan dokumentasi setengah jadi, dan menolak mengadakan konsesi yang diperlukan guna melenyapkan kekhawatiran partai Republik tentang perlindungan terhadap kedaulatan Amerika. Dalam dua kali pengambilan suara—pada November 1919 dan Maret 1920— Senat kembali menolak Traktat Versailles dan juga menolak Liga Bangsa-bangsa. Penolakan Senat terhadap Traktat Versailles dan Liga Bangsa-bangsa serta kekalahan Wilson menunjukkan rakyat Amerika belum siap berperan sebagai pemimpin di tingkat dunia. Visi Wilson yang terlampau muluk sempat menginspirasi bangsa Amerika dalam waktu singkat, namun ketika terbentur dengan kenyataan, visi tersebut dengan cepat menimbulkan kekecewaan luas terhadap masalah dunia. Secara naluriah Amerika kembali menganut isolasionisme.[12]

 
KESIMPULAN

Doktrin Monroe yang diucapkan oleh Presiden Amerika ke-5, James Monroe, pada tanggal 2 Desember 1823 di hadapan Kongres mendapat sambutan baik dari masyarakat Amerika untuk bersikap netral dan tidak ikut campur dalam konflik negara-negara Eropa karena  dalam menjalankan politik luar negerinya, Amerika menjunjung demokrasi dan kebebasan. Munculnya Doktrin Monroe mampu memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat Amerika Serikat pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Berkorelasi dengan hal tersebut, Amerika menjalankan politik isolasi yang berlangsung di berbagai bidang kehidupannya, baik di bidang ekonomi dan politik sehingga kehidupan di amerika dapat dikatakan damai, karena masyarakat tidak terganggu urusan politik luar negeri negara lain dan fokus membangun negerinya.
Pecahnya perang dunia pertama di Eropa tahun 1914 turut menyeret Amerika untuk turun langsung mengatasi perang. Hal tersebut merupakan penyimpangan dari Doktrin Monroe yang salah satu isinya menyatakan bahwa Amerika tidak terlibat dalam urusan konflik negara-negara Eropa. namun, Presiden Wilson, sebagai presiden yang menjabat pada masa itu tidak bisa tinggal diam ketika Amerika dan masyarkatnya mulai terancam kedaulatannya karena perang tersebut, terutama oleh Jerman dengan perang kapal selamnya. Maka pada tahun 1917, Presdien Wilson yang mendapatkan persetujuan dari Kongres menyatakan terlibat perang dan ikut dalam blok Sekutu. Tujuan masuknya Amerika dalam perang dunia satu adalah sebagai bentuk menjaga perdamaian dan keamanan berdirinya demokrasi.
Cepat berakhirnya perang dunia pertama pada tahun 1918 salah satunya adalah karena jasa Presiden Wilson, sehingga sebagai bentuk menjaga perdamaian, dia mengajukan pembentukan Liga Bangsa-Bangsa dengan Amerika sebagai pemimpinnya. Akan tetapi, terjadi penolakan oleh Senat Amerika Serikat terhadap keterlibatan Amerika dalam liga yang dikhususkan untuk penyelesaian perdamaian negara-negara Eropa sehingga secara naluriah, Amerika kembali menganut politik isolasi.

Daftar Pustaka
Biro Program Informasi Internasional. 2005. Garis Besar Sejarah Amerika. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Cipto, Bambang. 2007. Amerika. Lingkaran Buku : Yogyakarta.
Dukes, Paul. 2000.  The Superpowers : A Short History. Routledge: New York.
Donova, Frank. 1963. Mr. Monroe’s Message : The Story of the Monroe Doctrin. Dood, Mead and Company  : New York.
Morgenthau, Hans. J. 2010. Politik Antarbangsa. Perpustakaan Nasional : Jakarta.
Musa, Muhammad. 2003. Hegemoni Barat Terhadap Percaturan Politik Dunia : Sebuah Potret Hubungan  Internasional. Wahyu Press : Jakarta.
Perkins, Dexter. 1944. America and Two Wars. Little, Brown and Company : Boston.

Sumber Internet :
http://usa.usembassy.de (diakses pada hari kamis, 10 desember 2015. Pukul 15:35 WIB)


[1] Hans J. Morgenthau. Politik Antarbangsa. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010), hlm. 23
[2] Biro Program Informasi Internasional. Garis Besar Sejarah Amerika. (Departemen Luar Negeri Amerika Serikat : 2005). hlm. 125
[3] Frank Donova. Mr. Monroe’s Message : The Story of the Monroe Doctrin. (New York : Dood, Mead and Company, 1963). hlm. 4
[4] Hans J. Morgenthau. Op. Cit. hlm. 60
[5] Muhammad Musa. Hegemoni Barat Terhadap Pencaturan Politik Dunia: Sebuah Potret Hubungan Internasional. (Jakarta: Wahyu Press, 2003), hlm. 122
[6] Muhammad Musa. Op. Cit. hlm. 129-130
[7] Dexter Perkins. America and Two Wars. (Boston : Little, Brown and Company, 1944), hlm. 3
[8] Biro Program Informasi Internasional. Op.Cit. hlm. 228
[9] Muhammad Musa. Op. Cit. hlm. 132
[10] Muhammad Musa. Op. Cit. hlm. 131-132
[11] Biro Program Informasi Internasional. Op.Cit. hlm. 229
[12] Biro Program Informasi Internasional. Op.Cit. hlm. 230

Tidak ada komentar:

Posting Komentar