Rabu, 08 November 2017

PENDEKATAN PSIKOLOGI MUSIK DALAM PENANAMAN NASIONALISME

ini adalah esai yang ku kirimkan pada perlombaan antologi esai di UKM yang aku ikuti,,, mendapatkan prestasi sebagai harapan 1,, (sedihh nilainya beda 1 apa 2 gitu ya sama yang juara 3)
yukkk simak penuturan ku mengenai music dan nasionalisme Indonesia
just fyi,, ini adalah pengembangan abstrak dari calon paper yang akan ku ikuti di Universitas Airlangga pada 2016, tapi karena kelompokku sibuk-sibuk akhirnya aku kembangkan saja jadi esai,, hehe

cekidooottt


sumber: internet :(

Musik dan nasionalisme merupakan dua hal yang terkait satu dengan yang lain. Dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia, keduanya tidak dapat dipisahkan begitu saja. Hal tersebut ditunjukkan dengan lagu-lagu perjuangan yang mampu menanamkan semangat bagi pejuang kemerdekaan ataupun bagi para pejuang revolusi. Maka, tidak salah jika lagu-lagu nasional menjadi salah satu bukti pentingnya musik untuk membangkitkan semangat cinta tanah air di Indonesia.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, musik merupakan ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan, keharmonisan, dan kesinambungan. Musik dikenal oleh masyarakat Indonesia sudah sejak zaman dahulu, seperti penggunaan dalam pemujaan, pemanggilan roh nenek moyang, pertunjukan kesenian, hingga memasuki masa kerajaan-kerajaan dan kolonialisme, musik menjadi salah satu hal yang mengalami perkembangan. Adapun nasionalisme, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan suatu bentuk kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa tersebut. Nasionalisme di Indonesia sendiri mulai tumbuh dengan berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 di Jakarta sebagai sumbu awal munculnya pergerakan-pergerakan nasionalisme lainnya, sedangkan perpaduan antara nasionalisme dan musik untuk pertama kalinya muncul pada Kongres Pemuda Kedua, 28 Oktober 1928, di mana pada saat itu untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya karya Wage Rudolf Supratman diperdengarkan.
Tidak hanya sebatas pada kebangkitan perjuangan kemerdekaan dan perjuangan revolusi, musik juga mampu menjadi media pendidikan. Sebuah pembelajaran yang asik dan menyenangkan dapat dilakukan dengan memadukan konsep antara psikologi, musik dan pendidikan. Psikologi sebagai salah satu ilmu memiliki penjelasan tersendiri mengenai nasionalisme. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Psikologi adalah ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada prilaku, dan kegiatan kejiwaan. Kondisi kejiwaan manusia digambarkan sebagai inner yang berkembang pada tahap paling awal sampai dewasa dengan berbagai manifestasi dan tingkah laku, Sigmund Freud mengungkapkan bahwa realitas psikis adalah bentuk partikular dari eksistensi dan tidak dikacaukan dengan realitas rasional.
Melalui pendekatan psikologi sosial, nasionalisme dijelaskan sebagai suatu bentuk sikap individu terhadap bangsanya dan bangsa lain, dengan melibatkan suatu bentuk perasaan terikat serta loyalitas dari individu terhadap kelompoknya (Druckman, 1994). Pendekatan psikologi sosial yang digunakan untuk menjelaskan definisi nasionalisme ini nantinya akan disambung dengan pendekatan psikologi musik sebagai sarana untuk meningkatkan perasaan serta jiwa nasionalisme. Pernyataan mengenai psikologi tersebut sejalan dengan gagasan menanamkan nilai-nilai nasionalisme melalui musik. Secara kejiwaan, musik dapat menjadi terapi dan memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi secara verbal maupun non verbal. Musik sebagai terapi sangat tergantung pada keadaan fisik, emosi, dan mental seseorang sehingga hal ini mampu digunakan sebagai perubahan mood ataupun perilaku seseorang. Oleh karena itu suatu paham, nasionalisme, akan dapat mengena jika disusupkan pada psikis manusia itu sendiri.
Beberapa tahun terakhir ini wacana tentang nasionalisme seringkali menjadi perdebatan secara berulang. Beberapa tanggapan bahkan menyatakan bahwa nasionalisme sudah tidak relevan lagi karena sekarang kita menghadapi arus dominan dunia yaitu “era globalisasi”. Bahkan lebih jauh lagi mempertanyakan keabsahan dari konsep “negara bangsa” (nation-state). Disadari atau tidak, dengan kemasan “ilmiah” ataupun bukan, langsung ataupun tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja, mereka ini bagai kepanjangan tangan untuk membuat bangsa Indoensia tergiring dalam pemikiran akan makna nasionalisme di zaman sekarang yang dianggap tak relevan. Tidak hanya itu, semakin terglobalnya dunia, di Indonesia mulai bermunculan gagasan akan “nasionalisme baru” yang tidak terlalu jelas isinya, namun hanya sekadar menganggap bahwa nasionalisme yang dirumuskan oleh pendiri bangsa adalah nasionalisme sempit. Oleh karena itu, penanaman nilai nasionalisme bagi generasi muda saat ini menjadi suatu agenda yang penting.
Terlepas dari arus globalisasi ataupun munculnya istilah “nasionalisme baru”, pentingnya penanaman nasionalisme ini diperlukan karena setelah memasuki masa reformasi, nilai-nilai nasionalisme yang dicirikan salah satunya dengan pengamalan Pancasilapun mulai ikut luntur seluntur kebijakan-kebijakan rezim Orde Baru ang lain. Pancasila yang merupakan ideologi dari tegaknya bangsa dan negara Indonesia lewat lima pilarnya, dan merupakan simbol dari hasil perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka, telah dianggap dan mengakar di kalangan masyarkat Indonesia sebagai ‘alat’ untuk memperpanjang kekuasaan dari orde yang sebelumnya berkuasa sehingga banyak kalangan masyarakat melupakan nilai-nilai luhur awal yang dicita-citakan oleh pendiri Bangsa Indonesia.
Adanya pendekatan psikologi, khususnya psikologi musik, penanaman nilai nasionalisme perlu dicoba untuk diterapkan. Penanaman nilai-nilai nasionalisme harus dilakukan secara secara berkesinambungan melalui media musik, agar ide dasar dalam menanamkan jiwa kebangsaan tertanam dan menjadi karakter dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contohnya saja dapat dilihat dari lirik-lirik dalam lagu yang bersifat kebangsaan mampu menjadi sebuah refleksi dari kehidupan berbangsa dan bernegara itu sendiri. Oleh karena itu, gagasan ini dapat diimplementasikan melalui kerjasama antara pelaku industri kreatif, psikolog, musisi, bahkan lembaga negara, untuk melakukan terapi kejiwaan melalui sebuah proses kreatif dan kumulatif.
Di tingkat lembaga negara sendiri telah ada pembentukan Gita Bahana Nusantara dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Gita Bahana Nusantara atau yang disingkat GBN merupakan paduan suara dan orkestra nasional yang para pemainnya merupakan gabungan para pemuda dan pemudi dari seluruh Indonesia yang dipilih secara ketat oleh negara melalui pemerintah daerah. GBN yang mulai digagas pembentukannya pada tahun 2001 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri ini menjadi kenyataan dengan dukungan berbagai pihak sehingga pada tahun 2003, GBN memulai debutnya untuk pertama kali di Istana Merdeka dalam peringatan Detik-Detik Kemerdekaan Republik Indonesia hingga saat ini. Lahirnya gagasan GBN pun dilatarbelakangi oleh tujuan untuk (a) menguatkan jati diri dan karakter bangsa, (b) untuk menumbuhkan rasa kebangsaan, menghormati perbedaan dan memupuk rasa kebersamaan di kalangan generasi muda, dan (c) membentuk paduan suara dan orkestra nasional yang tangguh. Secara gamblang, GBN merupakan wadah untuk menyalurkan bakat dan kreativitas generasi muda di bidang seni musik yang pada akhirnya mampu untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme, menghargai keberagaman, dan menguatnya jati diri dan karakter bangsa.
Tidak hanya sebatas paduan suara dan orkestra binaan lembaga negara, musik dari band-band tanah air yang kini banyak digandrungi oleh kalangan muda mudi Indonesia sehingga mampu menjadi alat untuk perpanjangan tangan dalam menanamkan nilai-nilai nasionalisme. Banyaknya band-band musik atau solosis menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu dengan tema kebangsaan, seperti Bendera, Indonesia Jaya, dan sebagainya, mampu menjadi daya tarik untuk diikuti oleh para fansnya. Maka dari itu, penerapan inovasi penanaman nasionalisme lewat pendekatan psikologi musik ini diharapkan dapat memberikan perubahan positif untuk meningkatkan nasionalisme pada generasi muda Indonesia.

Daftar Pustaka
Djohan. 2005. Psikologi Musik. Yogyakarta : Buku Batik.     
Kamus Besar Bahasa Indonesia
------. 1990. Seminar Sejarah Nasional V : Subtema Pengajaran Sejarah. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
------. 2016. Merayakan Indonesia Raya. Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI : Jakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar