ini adalah esai yang ku kirimkan pada perlombaan antologi esai di UKM yang aku ikuti,,, mendapatkan prestasi sebagai harapan 1,, (sedihh nilainya beda 1 apa 2 gitu ya sama yang juara 3)
yukkk simak penuturan ku mengenai music dan nasionalisme Indonesia
just fyi,, ini adalah pengembangan abstrak dari calon paper yang akan ku ikuti di Universitas Airlangga pada 2016, tapi karena kelompokku sibuk-sibuk akhirnya aku kembangkan saja jadi esai,, hehe
cekidooottt
sumber: internet :(
Musik
dan nasionalisme merupakan dua
hal yang terkait satu dengan yang lain. Dalam sejarah perjuangan Bangsa
Indonesia, keduanya tidak dapat dipisahkan begitu saja. Hal tersebut ditunjukkan dengan lagu-lagu perjuangan
yang mampu menanamkan semangat bagi pejuang kemerdekaan
ataupun bagi para pejuang revolusi.
Maka, tidak salah jika lagu-lagu
nasional menjadi salah satu bukti pentingnya musik
untuk membangkitkan semangat cinta tanah air di Indonesia.
Berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia, musik merupakan ilmu atau seni menyusun nada atau
suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan
komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan, keharmonisan, dan kesinambungan.
Musik dikenal oleh masyarakat Indonesia sudah sejak zaman dahulu, seperti
penggunaan dalam pemujaan, pemanggilan roh nenek moyang, pertunjukan kesenian,
hingga memasuki masa kerajaan-kerajaan dan kolonialisme, musik menjadi salah
satu hal yang mengalami perkembangan. Adapun nasionalisme, menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia merupakan suatu bentuk kesadaran keanggotaan dalam suatu
bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan,
mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa tersebut.
Nasionalisme di Indonesia sendiri mulai tumbuh dengan berdirinya Budi Utomo pada
tahun 1908 di Jakarta sebagai sumbu awal munculnya pergerakan-pergerakan nasionalisme
lainnya, sedangkan perpaduan antara nasionalisme dan musik untuk pertama
kalinya muncul pada Kongres Pemuda Kedua, 28 Oktober 1928, di mana pada saat
itu untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya karya Wage Rudolf Supratman diperdengarkan.
Tidak
hanya sebatas pada kebangkitan perjuangan kemerdekaan dan perjuangan revolusi,
musik juga mampu
menjadi media pendidikan.
Sebuah pembelajaran
yang
asik dan menyenangkan dapat
dilakukan dengan memadukan konsep antara psikologi,
musik dan pendidikan. Psikologi
sebagai salah satu ilmu memiliki penjelasan tersendiri mengenai nasionalisme.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Psikologi adalah ilmu yang berkaitan dengan
proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada prilaku, dan
kegiatan kejiwaan. Kondisi kejiwaan manusia digambarkan sebagai inner yang berkembang pada tahap paling
awal sampai dewasa dengan berbagai manifestasi dan tingkah laku, Sigmund Freud
mengungkapkan bahwa realitas psikis adalah bentuk partikular dari eksistensi
dan tidak dikacaukan dengan realitas rasional.
Melalui
pendekatan psikologi sosial, nasionalisme dijelaskan sebagai suatu bentuk sikap
individu terhadap bangsanya dan bangsa lain, dengan melibatkan suatu bentuk
perasaan terikat serta loyalitas dari individu terhadap kelompoknya (Druckman,
1994). Pendekatan psikologi sosial yang digunakan untuk menjelaskan definisi
nasionalisme ini nantinya akan disambung dengan pendekatan psikologi musik
sebagai sarana untuk meningkatkan perasaan serta jiwa nasionalisme. Pernyataan mengenai psikologi tersebut sejalan dengan
gagasan menanamkan nilai-nilai nasionalisme melalui musik. Secara
kejiwaan, musik dapat menjadi terapi dan memungkinkan seseorang untuk
berkomunikasi secara verbal maupun non verbal. Musik sebagai terapi sangat
tergantung pada keadaan fisik, emosi, dan mental seseorang sehingga hal ini
mampu digunakan sebagai perubahan mood ataupun perilaku seseorang. Oleh karena
itu suatu paham, nasionalisme, akan dapat mengena jika disusupkan pada psikis
manusia itu sendiri.
Beberapa
tahun terakhir ini wacana tentang nasionalisme seringkali menjadi perdebatan
secara berulang. Beberapa tanggapan bahkan menyatakan bahwa nasionalisme sudah
tidak relevan lagi karena sekarang kita menghadapi arus dominan dunia yaitu “era
globalisasi”. Bahkan lebih jauh lagi mempertanyakan keabsahan dari konsep “negara
bangsa” (nation-state). Disadari atau tidak, dengan kemasan “ilmiah” ataupun
bukan, langsung ataupun tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja, mereka ini
bagai kepanjangan tangan untuk membuat bangsa Indoensia tergiring dalam
pemikiran akan makna nasionalisme di zaman sekarang yang dianggap tak relevan.
Tidak hanya itu, semakin terglobalnya dunia, di Indonesia mulai bermunculan
gagasan akan “nasionalisme baru” yang tidak terlalu jelas isinya, namun hanya sekadar
menganggap bahwa nasionalisme yang dirumuskan oleh pendiri bangsa adalah
nasionalisme sempit. Oleh karena itu, penanaman nilai nasionalisme bagi generasi muda saat ini
menjadi suatu agenda yang penting.
Terlepas
dari arus globalisasi ataupun munculnya istilah “nasionalisme baru”, pentingnya
penanaman nasionalisme ini
diperlukan karena setelah
memasuki masa reformasi, nilai-nilai nasionalisme
yang dicirikan salah satunya dengan pengamalan Pancasilapun mulai ikut luntur seluntur
kebijakan-kebijakan rezim Orde Baru ang lain. Pancasila yang merupakan ideologi
dari tegaknya bangsa dan negara Indonesia lewat lima pilarnya, dan merupakan
simbol dari hasil perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka, telah dianggap dan mengakar di kalangan
masyarkat Indonesia sebagai
‘alat’ untuk memperpanjang kekuasaan dari orde yang sebelumnya berkuasa
sehingga banyak kalangan
masyarakat melupakan nilai-nilai luhur awal yang dicita-citakan oleh
pendiri Bangsa Indonesia.
Adanya pendekatan psikologi, khususnya
psikologi musik, penanaman nilai nasionalisme perlu dicoba untuk diterapkan. Penanaman nilai-nilai nasionalisme
harus dilakukan secara
secara berkesinambungan melalui media musik, agar ide dasar dalam menanamkan
jiwa kebangsaan tertanam dan
menjadi karakter dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contohnya
saja dapat dilihat dari lirik-lirik dalam lagu yang bersifat kebangsaan mampu
menjadi sebuah refleksi dari kehidupan berbangsa dan bernegara itu sendiri. Oleh
karena itu, gagasan ini dapat
diimplementasikan melalui kerjasama
antara pelaku industri kreatif, psikolog, musisi, bahkan lembaga
negara, untuk melakukan
terapi kejiwaan melalui sebuah proses kreatif dan kumulatif.
Di
tingkat lembaga negara sendiri telah ada pembentukan Gita Bahana Nusantara dari
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Gita Bahana Nusantara
atau yang disingkat GBN merupakan paduan suara dan orkestra nasional yang para
pemainnya merupakan gabungan para pemuda dan pemudi dari seluruh Indonesia yang
dipilih secara ketat oleh negara melalui pemerintah daerah. GBN yang mulai digagas
pembentukannya pada tahun 2001 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri ini menjadi
kenyataan dengan dukungan berbagai pihak sehingga pada tahun 2003, GBN memulai
debutnya untuk pertama kali di Istana Merdeka dalam peringatan Detik-Detik
Kemerdekaan Republik Indonesia hingga saat ini. Lahirnya gagasan GBN pun dilatarbelakangi
oleh tujuan untuk (a) menguatkan jati diri dan karakter bangsa, (b) untuk
menumbuhkan rasa kebangsaan, menghormati perbedaan dan memupuk rasa kebersamaan
di kalangan generasi muda, dan (c) membentuk paduan suara dan orkestra nasional
yang tangguh. Secara gamblang, GBN merupakan wadah untuk menyalurkan bakat dan
kreativitas generasi muda di bidang seni musik yang pada akhirnya mampu untuk
menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme, menghargai keberagaman, dan
menguatnya jati diri dan karakter bangsa.
Tidak
hanya sebatas paduan suara dan orkestra binaan lembaga negara, musik dari
band-band tanah air yang kini banyak digandrungi oleh kalangan muda mudi Indonesia
sehingga mampu menjadi alat untuk perpanjangan tangan dalam menanamkan
nilai-nilai nasionalisme. Banyaknya band-band
musik atau solosis menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu dengan tema
kebangsaan, seperti Bendera, Indonesia Jaya, dan sebagainya, mampu menjadi daya
tarik untuk diikuti oleh para fansnya. Maka dari itu, penerapan inovasi penanaman
nasionalisme lewat pendekatan psikologi musik ini diharapkan dapat memberikan
perubahan positif untuk meningkatkan nasionalisme pada generasi muda Indonesia.
Daftar Pustaka
Djohan.
2005. Psikologi Musik. Yogyakarta :
Buku Batik.
Kamus Besar Bahasa
Indonesia
------. 1990. Seminar Sejarah Nasional V : Subtema
Pengajaran Sejarah. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
------. 2016. Merayakan Indonesia Raya. Direktorat
Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar