Rabu, 25 Maret 2015

curhat

mau ceritaaaa,
ceritanya cerita cinta
tapi cintanya putus ditengah jalan begitu saja

rasa itu tiba-tiba datang tanpa diundang
iapun pergi tanpa kata pamit pulang
sebulan saja ia bertandang
tapi bencinya tak tahu sampai kapan

saat itu bulan november,,
saat rintik hujan sedang senangnya turun ke bumi
ia membawa cinta,,
cinta pada cendikiawan asal pamulang,, haha (mein gott)

cendikiawan itu tidak tampan
tidak rupawan ataupun hartawan, tapiiiii,,,
cendikiawan itu begitu piawai
memainkan cinta dengan penuh perasaan
meskipun itu hanya tipuan
mungkin dia senang mempermainkan
memberikan pengharapan dan kesenangan

aaahhhhh,,,
tapi aku tak peduli meskipun demikian
aku senang
aku tak lagi sendirian
hari-hari penuh kerinduan
tiap malam ku impikan sang pujaan

hari-hari berjalan ,,,
tak terasa november mendekati akhir masa
aku tak lagi merasakan rintik hujan
rintik hujan pun seperti hilang begitu saja

bak pertanda satu hal yang aku rasakan
cinta hilang begitu saja
lenyap,, tak berjejak
pujaan hilang dalam sekejap
pergi ke tempat tak berarti

desember datang dan malam mulai terasa suram
sang mantan pujaan tak lagi sama
aku tak lagi disapanya
aku tak lagi digodanya

oohhh god,,
i dont care about it!

tapiii,,,
aku sadar satu hal yang pasti
kini aku jadi seperti hilang dalam kelamnya badai hujan
tak terlihat meski dalam jarak pandang
tak terdengar meski suara - suara menggelegar
tak terasa meski dingin menerpa

januari, februari, maret,,,
hujan akan segera berhenti
berganti
dan kita tak lagi satu hati

Kamis, 12 Maret 2015

Beberapa Contoh Hubungan Tradisional Serantau


(a)   Hubungan Siam-Melaka

Kerajaan Ayudhya sebelum tahun 1405 menyatakan bahwa Melaka berada di bawah kekuasaaan Kerajaan Ayudhya. Tetapi, pada saat Melaka diperintah oleh Muhammad Syah, tahun 1405, Melakan mengadakan hubungan diplomatic dengan Cina, sehingga Cina memberikan perlindungan pada Melaka. Ayudhya yang merasa merupakan pusat kuasa atas Melaka tidak terima jika negeri bawahannya setara kedudukannya karena mendapat perlindungan dari Cina sehingga hal ini menyebabkab Ayudhya merampas alat pertabalan yang diberikan oleh Raja Cina pada Melaka.

Berdasarkan konsep tributari dan mandala, Melaka adalah bagian dari kerjaan Siam, maka kemnculan negeri yang ssetar dengan Ayudhya adalah menyalahi konsep mandala sehingga pada tahun 1419, Siam melakukan penyerangan terhadap Melaka. Keadaan ini menjadikan Siam mendapat kecaman dari Cina. Serangan yang dilakukan Siam terhadap Melaka menyebabkan beberapa wilayah mandala Siam melepaskan diri dan bergabung dalam wilayah mandala Melaka. Keadaan ini menjadikan hubungan politik yang agresif dari Ayudhya dan subversive dari Melaka.

Melaka berkembang pesat dari segi ekonomi, politik dan ketentaraan sejak raja Melaka menganut agama Islam tahun 1436. Pesatnya Melaka menjadikan sebuah pusat kuasa politik baru yang menyamai Siam, sedangkan Siam tidak terima dengan keadaan tersebut.

Pada masa pemerintahan Sultan Muzaffar Syah, Melaka mencoba untuk mengadakan hubungan baik dengan Siam dan Ayudhya menerima tawaran tersebut karena secara ekonomi (perdagangan) kedua kerajaan ini terhubung secara kuat.

(b) Hubungan Myanmar-Siam

Hubungan yang terjalin antara dua kerajaan besar di Tanah Besar ini  dapat dikatakan kurang harmonis karena berada dalam kedudukan yang setara pada abad ke-14 hingga ke-16. Hubungan tributary yang dianggap dapat menjamin keadaan damai di Asia Tenggara tidak mempengaruhi persaingan antara dua kerajaan ini. Baik Siam maupun Myanmar sama-sama memilih konsep raja alam semesta. Cakravartin dalam falsafah politik kerajaannya. Dengan begitu tidak heran apabila munculnya pusat kekuasaan lain menjadi hal yang tidak dapat diterima,sehingga konflik dan peperangan mewarnai kehidupan dua kerajaan ini pada abad ke-16 karena perebutan pengaruh dan wilayah mandala.

Sebelum terjadinya konflik dan peperangan, hubungan antara Siam –Myanmar ini pernah berusaha untuk membina hubungan baik karena menurut ajaran cakravartin, seorang raja haruslah menunjukan sikap moral yang baik untuk berdamai terhadap pemerintahan kerajaan lain, namun karena cara diplomatik ini gagal, maka cara kekerasan yang digunakan

Pada masa pemerintahan Raja Naresuan, hubungan Siam dan Myanmar ini berjalan naik dan aman. Sejak abad ke-17 hingga ke-18 mulai terjadi kerjasama antar kerajaan karena raja-raja yang memerintah tidak berambisi menggunakan kekuasaan dan saling mengadakan misi diplomatik serta hubungan ekonomi kedua kerajaan berkembang pesat.

(c) Hubungan Majapahit dengan Negeri-Negeri di Nusantara

Majapahit muncul sebagai kerajaan yg menggantikan Sriwijaya pada abad pada abad ke-13, yaitu pada tahun 1294 dengan raja pertama yaitu Kertarajasa Jayawardhana. Majapahit merupakan kerajaan yang berawal dari dua kerajaan, yaitu Singasari dan Kediri. Majapahit mengalami puncak kejayaannya pada masa Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, di mana Majapahit dapat melebarkan kekuasaan dan pengaruh politiknya meliputi hampir seluruh wilayah Nusantara, dengan ciri-ciri pusat kuasa sosioekonomi pedalaman,yaitu memanfaatkan ertanian dan hasil hutan, dan memiliki ciri-ciri perdagangan yang bersifat mariti, yaitu melakukan aktivitas dagang dnegan India, Asia Barat dan juga Cina.

Hubungan Majapahit terhadap negeri-negeri di bawah lingkungan politikya menggunakan konsep yang juga berlaku di Tanah Besar, yaitu konsep raja agung, mandala, dan tributari.  Hubungan Majapahit dengan negeri luar mandalanya terjalin baik, yaitu dengan Campa, Kemboja dan Siam yang mencerminkan samanya kedudukan kerajaan-kerajaan tersebut. Sedangkan untuk negeri vassalnya, Majapahit terlihat keras dalam menjalankan kegiatan politiknya, seperti pada Kerajaan Sriwijaya yang telah ditaklukan oleh Majapahit. Hal ini terjadi karena Sriwijaya menerima tanda kedudukan “merdeka” dari Cina dan ini dianggap melecehkan kekuasaan Majapahit.

Majapahit mulai kehilangan pamor dan kuasanya pada abad ke-15 dengan munculnya Melaka sebagai pusata kekuatan politik, ketentraman dan ekonomi yang utama di Tanah Melayu, serta adanya pertentangan politik dari dalam Kerajaan Majapahit membuatnya jatuh ke Kerajaan Demak pada tahun 1527. 

Selasa, 10 Maret 2015

Konsep Hubungan Serantau




Hubungan tradisional Asia Tenggara dimulai sekitar abad ke-13 dan mencapai puncak kejayaannya pada abad ke 15 dengan munculnya Islam sebagai agamayang mulai menggantikan Hindu-Budha di Nusantara. Asia Tenggara tidak menjalankan hubungan resmi dengan negeri manapun kecuali Cina,  karena Cina dianggap memberikan keuantungan ekonomi dan politik terhadap negeri-negeri di Asia Tenggara.

Pada bab ini menjelaskan mengenai hubungan serantau pada zaman tradisional yang bermakna dinamis dan harmonis sebelum kedatangan bangsa barat sebagai rejim penjajah, yaitu sampai abad ke-16. Meskipun tidak selalu berjalan harmonis, bukan berarti negeri-negeri di Asia Tenggara selalu dalam keadaan bermusuhan, keadaan sosipolitik yang renggang serta kurang stabil disebabkan persaingan dan konflik yang ada di negeri itu sendiri. Pada dasarnya tidak ada peraturan yang pasti dalam mengatur hubugan yang terjadi di Asia Tengara, hanya kuasa fizikal yang dapat menjamin kestabilan politik dan kemakmuran masyarakat.

Konsep hubungan serantau ini dapat dikaji melalui dua aspek prinsip atau “pandangan dunia” serta aspek amalan.

a.    Pandangan Dunia Asia Tenggara

Hubungan yang terjadi dalam negeri Asia Tenggara adalah pencampuran antara pengaruh sosiobudaya dengan ajaran agama, baik Hindu, Budha, konfusius maupun Islam. Untuk memahami bentuk pandangan dunia yang dimaksud oleh Asia Tenggara adalah dengan memahami beberapa konsep  berikut :

(i)  Konsep Perajaan

Institusi perajaan adalah hal yang penting, karena raja dianggap sebagai puncak kekuasaan yang dapat menjamin kedamaian, kegemilangan serta kemakmuran rakyat dan negerinya. Berdasarkan prinsip dasabidharajadharma, seorang raja dibedakan dalam dua bentuk, yaitu raja yang baik dan alim dnegan raja yang bersifat kurang bertanggung jawab. Dengan moral raja yang baik dapat menentukan keselamatan dan kemakmuran masyarkatnya, apabila sebaliknya seorang raja bermoral buruk, maka akan menjadi pertanda kemerosotan dan kemusnahan masyarakatnya. Berdasarkan konsep cakravartiin, raja cakravartiin adalah peringkat tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang raja dharma-raja serta dianggap sebagai raja bagi semua raja dan penakluk alam semesta.  Raja cakravartiin ini merupakan sebuah cita-cita tersendiri bagi raja-raja beragama Budha karena dapat menjadi alat legitimasi politik agung. Institusi perajaan yang berasaskan ajaran agama Budha menekankan bahwa kerajaan atau pemerintahan adalah sebagaian dari diri raja, yaitu hidup matinya tergantung pada kuasa moral raja tersebut.

Dalam agama Islam tidak jauh berbeda dengan yang diterapkan oleh kerajaan Budha. Di nusantara, kerjaan yang merupakan “metamorphosis” dari kerjaan Hindu Budha ke agama Islam menerkankan bahwa kedudukan seorang raja dalam geokosmpgi politik adalah yang tertinggi dan tidak dapat dipertikaikan. Seorang raja hanya mempertanggungjawabkan kegiatannya pada Tuhan yang telah merestuinya menjadi raja sehingga raja memiliki kedaulatan atas rakyatnya. Layaknya raja dalam agama Budha, seorang moral raja Islampun mejandi suatu hal yang penting dalam tegaknya negeri dan pemerintahan. Menurut Hikayat Pahang, seorang raja yang disayangi dan cintai oleh Allah adalah raja yang memiliki ciri –ciri sebgai berikut : malu, ilmu, akal, adil, murah dan keinsafan tentang pentingnya anama, adat dan patutu baginya dirinya sendiri dan juga bagi pihak yang berada di bawah wewenangnya.

Dengan konsep perajan ini menjelaskan betapa peran raja dan juga moralnya  penting dalam tegaknya sebuah negeri, karena raja merupakan penjelamaan dari negari itu sendiri. karena faktor pribadi raja itu yang menentukan bagaimana sebuah negeri, maka tidak heran apabila terjadi peruabahan pemerintahan atau kebijakan dalam suatu negeri apabila rajanya juga berganti.

(ii)              Konsep Negara/Mandala

Menurut teori ini, sebuah negeri tidak memiliki batas yang pasti secara fisik, di mana batas negeri ditentukan oleh pengaruh dari raja yang memerintah, sehingga batas negeri ini tidak selalu sama apabila terjadi pergantian raja. Mandala berarti bulatan, yaitu bidang kuasa raja yang berhadapan dengan kekuasaan raja lain. “Bulatan raja-raja” yang secara politik kosmologis menyatakan bahwa mandala mewakili sebuah unit politik tertentu yang keadaan politiknya kurang stabil dan setiap mandala mengandung beberapa raja-vasal.

Konsep mandala ini menekankan pada sebuah pusat kuasa kerajaan pusat yang berkembang ke daerah periferi. Raja agung pusat memiliki kuasa yang mutlak dan aktif dalam kawasan sekeliling istana saja dan tidak memperngaruhi raja di vasal-vasalnya, raja vasal bebas menjalankan kekuasaannya di negeri vasalnya tetapi Raja pusat hanya diikuti dalam hal tertentu saja,

(iii)            Konsep Hierarki Antarbangsa

Pada abad ke-16,  hierarki sosiopolitik serantau di bagi menjadi dua, yaitu peringkat negeri besar (Pegu, Tougoo, Ayudhya, dan Melaka-Johor) dan negeri kecil (Kemboja, Campa, Chiengmai dan Pattani). Hubungan antar negeri besar dan negeri kecil dikenal dengan hubungan tributari, yaitu negeri kecil yang terletak dalam padang kuasa seorang raja agung menunjukan sikap hormat dan taat setia kepada raja yang dipertuannya. Hubungan tributari diterima sebagai prinsip dalam interaksi sebuah negeri kecil dengan negeri besar yang terdekat dengannya. Sebagai penanda hubungan tributari, negeri kecil ini harus memberikan upeti, baik emas maupun perak, sebagai tanda bahwa negeri itu menghormati dan menyatakan setia. Apabila negeri besar menerima upeti tersebut berarti negara ini bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan pada negeri kecil tersebut. Hubungan tributari ini memberikan dampak positif terhadap sosiopolitik  rantau Asia Tenggara karena dapat menjamin keadaan damai dan tentram dalam lingkungan Asia Tenggara.

     Sistem tributari ini memiliki kedudukan pula dalam negeri Cina, yang mana negeri Cina berperan sebagai negeri besar sedangkan Asia Tenggara berperan sebgai negeri kecil. Hal ini teradi karena pada saat itu, Cina merupakan suatu kekuatan besar dan merupakan negara yang “beradab” (Cina beradab dikarenakan mengamalkan ajaran konfusius) sehingga banyak negeri yang ingin bekerjasama dengan Cina dalam bidang perdagangan.



b.  Amalan Hubungan Serantau

Hubungan serantau di Asia Tenggara terjalin baik sebelum munculnya bangsa barat, yaitu pada abad ke-17. Hubungan ini meliputi tiga aspek, yaitu sosiobudaya, politik dan diplomasi, dan perdagangan dan ekonomi. Dari aspek politik, tributari berkait erat dengan konsep mandala, yaitu prinsip yang menghubungkan antara pusat politik di Tanah Besar maupun di rantau di Asia Tenggara.

Pada pertengahan abad ke-14 perkembangan sosiopolitik di Asia Tenggara memunculkan sosiopolitik baru, muncul ajaran-ajaran agama baru seperti Budha Theravada yang mempengaruhi proses perkembangan politik, agama Islam yang berperan dalam negari-negeri maritim. Hal ini tetapi tidak mengubah sistem politik dan diplomasi di wilayah Asia Tenggara.

Pusat-pusat politik di Asia Tenggara sselain menjalin hubungan tributari, juga menjalin hubungan diplomasi, hubungan diplomasi ini menjadi erat dengan mnculnya tekanan barat sehiingga kerjasama yang kuat dijalain untuk menentukan keselamatan satu sama lain. Ikatan pernikahanpun tidak lepas dari sebuah hubungan politik diplomasi untuk mempererat hubungan persahabatan,kedudukan politik, kedamaian dan juga masalah ekonomi. Dengan adanya hubungan diplomasi ini, menumbuhkan pula cara lain untuk memperat antar negeri berkuasa, yaitu dengan perikatan politik dan ketentraman  lewat ancaman kekuasaan ketiga. Namun hubungan ekonomi dan perdagangan yang terlihat memberikan dampak positif dalam kerjasama serantau ini. Hubungan ekonomi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan ekonomi di Asia Tenggara pada abad ke-16, yaitu Cina membuka perdagangan pada para pedagang setempat dan pedagang bangsa lain, perkembangan teknologi perkapalan serta permintaan rempah-rempah dari Asia Tenggara yang semakin meningkat di pasaran Eropa. semakin meningktnya kegiatan ekonomi perdgangan di Asia Tenggara ini tentu memicu munculnya pusat-pusat perdagangan baru, serta munculnya pusat-pusat perdangan maritime yang dapat mempertemukan dua jenis barang dari wilayah setempat dan juga barang dari tempat asing. Hal akhirnya memunculkan sistem “pengkhususan” dalam proses menghasilkan bahan-bahan setempat. Perkembangan ekonomi yang terjadi Asia Tenggara ini mengubah corak perniagaan yang awalnya hanya sebatas kegiatan “menjaja” berubah menjadi  sistem perdagangan yang sistematis. Dengan terbinanya kerjasama ekonomi ini memberikan efek saling bergantung antar negeri sehingga apabila muncul suatu pertentangan politik dapat menggangu kemajuan masyarakat.

Dari aspek sosiobudaya, meskipun antara masyarakat Tanah Besar dan negeri maritime memliki perbedaan agama, namun dari beberapa aspek terdapat kesamaan sosiobudaya, seperti konsep kaum kerabat yang digunakan dalam bidang politik dan kekuasaan, aspek-aspek budaya dan adat yang diwarisi dari zaman animism hingga Hindu-Budha,dan konsep masyarakat yang berpusat di kampung. Sedangkan dalam hubungan sosial masyarakat, di Asia Tenggara hubungan ini menekankan hubunga pribadai terhadap saudara , tuan dan anak buah, raja dan penyokongnya, dengan tanggung jawab selalu bersifat vertikal.

Senin, 09 Maret 2015

Latar belakang Asia Tenggara hingga abad ke-17




Asia Tenggara merupakan istilah yang muncul setelah perang dunia kedua. Namun tidak berarti bahwa “Asia Tenggara” itu sendiri tidak ada secara nyata dalam hubungan sosiobudaya, politik dan ekonomi sebelum perang dunia kedua tersebut.  Asia Tenggara  terbagi dalam dua wilayah secara umun, yaitu Asia Tenggara daratan dan Asia Tenggara kepulauan. Penduduk Asia Tenggara ini merupakan keturunan beberapa rumpun etnik besar zamaan prasejarah dan sejarah.

Masyarakat Asia Tenggara menganut sistem kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum mengalami pengindiasasian pada abad pertama masehi. Dengan munculnya agama dalam kehidupan masyarakat Asia Tenggara, Budha dan Hindu, mempengaruhi secara mendalam konsep politik dan sosibudaya masyarakat. Namun tidak semua wilayah di Asia Tenggara ini mengalamai proses indianisasi, seperti Vietnam dan Filipina. Meskipun begitu, wilayah yang mengalamai proses indianisasi tidak serta merta menerima secara penuh indianisasi ini, setiap wilayah memiliki local genius masing-masing sehingga indanisasi disesuaikan dengan keadaan sosiopolitik dan budaya masyarakat setempat.

Telah disebutkan di awal bahwa, Asia Tenggara merupakan daerah daratan dan kepulauan, dengan begitu secara geografi Asia Tenggarapun penuh dengan hutan belantara dan gunung-gunung yang menyulitkan komunikasi antar wilayah sehingga salah satu jalur untuk mempermudah hubungan antar wilayah adalah sungai, karena itu pusat kerajaan kebanyakan berada di dekat sungai.

Pengaruh agama Hindu dan Budha pada awal masehi memiliki persamaan secara fisik dalam segi budaya, seperti kepercayaan akan hubungan manusia dengan dunia kedewaan, struktur kota dipagar oleh dinding batu dan benteng kayu, di mana istana terdapat didalamnya, rumah kayu untuk golongan pembesar dan penduduk. hanya kuil dan tempat keagamaan yang menggunakan batu bata di tengah kota tersebut seperti gunung meru, yang dianggap sebagai sumber kekuatan rohani dan duniawi. Selain itu, persamaan fisik dari pusat kuasa tersebut juga mementingkan kawasan lembah dan kuala sungai-sungai yang mengalir dari kawasan gunung ke lembah dan laut. kawasan yang subur dari laut dan sungai ini menjadi tempat aktivitas peprdagangan  serta menjadikan wilayah ini unit-unit politik yang sederhana. Meskipun kendala alam ini menghalangi hubungan antara satu pusat kuasa dengan yang lainnya, maka terdapat suatu usaha pusat kuasa dengan menggunakan satu sistem politik yang dinamakan supra wilayah. yaitu pusat supra wilayah dan pusat kuasa wilayah membuat tuntutan politik dan ekonomi terhadap beberapa pusat kuaasa yang lainnya. pemerintah pusat supra wilayah kadang menunjukan kewibawaan dan pengaruhnya lewat perang ataupun kekayaan ekonomi. dengan menunjukan hal tersebut, sebuah pemerintahan atau raja dapat mengekalkan kekuasaannya terhadap pusat kuasa di bawahnya.

Negeri-negeri di Asia Tenggara ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu negeri pedalaman dan negeri maritim. ciri penting dari kedua negeri ini adalah ciri politik dan ekonominya. Dimana negeri pedalaman sistem politiknya adalah politik kuku besi dan sitem ekonomi adalah pertanian, sedangkan negeri maritim sistem politikya adalah liberal dan sistem ekonominya perdagangan. Hal tersebut tidak menunjukan perkembangan sebenarnya terhadap asia tenggara, di mana tidak semua negeri hanya berbasis pada salah satu bentuk, contohnya Kerajaan Siam dan Toungoo, di mana ciri sosioekonomi mirip negara maritim, tetapi geografi dan politiknya cenderung ke negeri pedalaman.

Dari segi sosiopolitik, terdapat konsep dan sistem politik yang dijalankan di negeri-negeri Asia Tenggara dirumuskan dalam dua sekolah asas, yaitu sekolah “sosiologi” dan sekolah “pemerintahan kuku besi ketimuran”. Sekolah sosiologis yaitu sistem politik yang dijalankan dikalangan pusat kuasa yang dipengaruhi oleh Hindu-Buddhisme-Islam, yang mana agama menjadi pengejawantahan bahwa raja memiliki kewibawaan dan hubungan istimewa dengan dunia kedewaan, sedangkan sekolah pemerintahan kuku besi ketimuran menekankan pada aspek-aspek penting masyarakat tradisional Asia Tenggara termasuk aspek pertanian yang bergantung pada sistem pengairan yang diurus oleh kuasa pusat untuk menghasilkan keperluan sehari-hari rakyat (Hydraulic Society). Dengan menguasai institusi agama dan sistem pengairan, seorang  raja dapat menjamin kekuasaan negerinya secara mutlak, baik tanah maupun rakyat. Kedua sekolah tersebut memiliki tiga aspek yang berkaitan dengan teori kekuasaan pusat tradisional, yaitu pentingnya agama sebagai institusi keamanan dan kestabilan masyarakat; peranan perniagaan yang dianggap tidak penting dalam masyarkat; dan ketiadaan konsep sejarah sebagai suatu perkembangan dinamis.

Dari segi ekonomi, Asia Tenggara mengalami perubahan yang signifikan pada abad ke-13 dan abad ke-17. Sistem satu entreport berubah menjadi beberapa entreport, baik skala kecil maupun besar. sistem perdagangan baru pun memberikan dampak positif, dan bahasa Melayu menjadi lingua franca dikalangan masyarakat Asia Tenggara.



Ringkasan Perkembangan Pusat Kuasa Tempatan

Selama jangka waktu tiga abad, yaitu abad ke-14 hingga ke-17, muncul pusat-pusat kuasa tradisional di Asia Tenggara, seperti Tougo di Myanmar, Ayudhya di Siam,Viantine di Laos, Hue di Vietnam, Melaka dan Johor di Tanah Melayu, Aceh di Suamtera dan Mataram di Jawa. Semua kerajaan tersebut mengalami perkembangan sosio politik yang sama seperti ketidakstabilan politik. Dari aspek budaya, negeri-negeri Asia Tenggara pada zaman tradisional terbagi dalam dua kategori yaitu yang berbudaya induk , India, dan negara yang berbudaya “Sinicized” atau kecinaan.

#review buku ASIA TENGGARA : HUBUNGAN TRADISIONAL SERANTAU (KOBKUA SUWANNATHAT-PIAN)

Minggu, 08 Maret 2015

Mengapa Mengkaji Hubungan Tradisional Serantau?


Tinjauan sejarah Asia Tenggara  masih mengalami kekurangan informasi secara mendetail mengenai Asia Tenggara secara utuh dari perspektif banga Asia Tenggara sendiri.. Kebanyakan sejarah yang menampilkan Asia Tenggara adalah dari pandangan barat, di mana sejarah Asia Tenggara seakan-akan ada setelah bersentuhan dengan barat, melalui penjajahan.  Selain itu, tidak semua wilayah di Asia Tenggara menjadi  bahan catatan sejarah bangsa barat, hanya wilayah-wilayah tertentu saja.  Analisis mendalam mengenai perkembangan hubungan sosioekonomi dan politik di Asia Tenggara pun kurang tergambarkan secara jelas.

Hubungan wilayah-wilayah di Asia Tenggara yang awalnya dapat terjalin secara langsung, pada akhir abad ke-19 Asia Tenggara tidak lagi memiliki kuasa untuk melakukan suatu hubungan kerja sama dengan wilayah lain di Asia Tenggara  kecuali lewat rejim penjajah yang bersangkutan.  Misalnya kerajaan Siam tidak dapat secara lagsung menjalin kerjasama dengan Burma tanpa lewat Inggris sebagai penjajah di wilayah tersebut.

Barat menganggap bahwa Asia Tenggara tidaklah memiliki hubungan yang dinamis dan harmonis antar wilayah sebelum kedatangan barat. Asia Tenggara adalah wilayah yang selalu melakukan persaingan, peperangan dan permusuhan sebelum kedatangan bangsa barat, maka bangsa barat menganggap bahwa kedatangan mereka ini adalah sebuah bentuk pemberadaban bagi Asia Tenggara.

Maka dengan adanya kajian Asia Tenggara ini diharapkan dapat memberikan analisa baru yang benar-benar memperlihatkan hubungan wilayah-wilayah di Asia Tenggara yang berlainan dengan gambaran sarjana barat. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai perkembangan Asia Tenggara adalah dengan penulisan sejarah modern Asia Tenggara. Penulisan sejarah modern Asia Tenggara muncul pada pertengahan kedua abad ke-19 setelah kedatangan bangsa barat, penulisan sejarah modern ini menekankan aspek logika, objektif, fakta yang dapat dibuktikan yang tentu berbeda dengan penulisan sejarah tradisional yang selama ini berkembang di wilayah Asia Tenggara, di mana unsur sosio budaya, mitos dan legenda masuk dalam unsur sejarah.  Dengan adanya penulisan sejarah modern Asia Tenggara oleh para sarjana barat, sejarah Asia Tenggara yang tertulis adalah sejarah yang memiliki tujuan imperialis bangsa barat tersebut, seperti mengagung-agungkan usaha para penjajah barat dalam membangun Asia Tenggara dan mengaggap bahwa sebelum datangnya bangsa barat sejarah Asia Tenggara tidaklah ada.

Perkembangan penulisan modern Asia Tenggara ini awalnya dibagi dalam tiga tahap yaitu sekolah barat-sentris, sekolah asia-sentris dan sekolah berautonomi. Dengan adanya penulisan yang bertahap ini masih menunjukan kurang jelasnya bentuk hubungan wilayah-wilayah di Asia Tenggara. Untuk itu, kajian ini hadir sebagai bentuk pemaparan akan perkembangan Asia Tenggara antara abad ke 17-19 sebelum kedatangan bangsa barat.

#review  buku ASIA TENGGARA : HUBUNGAN TRADISIONAL SERANTAU (KOBKUA SUWANNATHAT-PIAN)