mau ceritaaaa,
ceritanya cerita cinta
tapi cintanya putus ditengah jalan begitu saja
rasa itu tiba-tiba datang tanpa diundang
iapun pergi tanpa kata pamit pulang
sebulan saja ia bertandang
tapi bencinya tak tahu sampai kapan
saat itu bulan november,,
saat rintik hujan sedang senangnya turun ke bumi
ia membawa cinta,,
cinta pada cendikiawan asal pamulang,, haha (mein gott)
cendikiawan itu tidak tampan
tidak rupawan ataupun hartawan, tapiiiii,,,
cendikiawan itu begitu piawai
memainkan cinta dengan penuh perasaan
meskipun itu hanya tipuan
mungkin dia senang mempermainkan
memberikan pengharapan dan kesenangan
aaahhhhh,,,
tapi aku tak peduli meskipun demikian
aku senang
aku tak lagi sendirian
hari-hari penuh kerinduan
tiap malam ku impikan sang pujaan
hari-hari berjalan ,,,
tak terasa november mendekati akhir masa
aku tak lagi merasakan rintik hujan
rintik hujan pun seperti hilang begitu saja
bak pertanda satu hal yang aku rasakan
cinta hilang begitu saja
lenyap,, tak berjejak
pujaan hilang dalam sekejap
pergi ke tempat tak berarti
desember datang dan malam mulai terasa suram
sang mantan pujaan tak lagi sama
aku tak lagi disapanya
aku tak lagi digodanya
oohhh god,,
i dont care about it!
tapiii,,,
aku sadar satu hal yang pasti
kini aku jadi seperti hilang dalam kelamnya badai hujan
tak terlihat meski dalam jarak pandang
tak terdengar meski suara - suara menggelegar
tak terasa meski dingin menerpa
januari, februari, maret,,,
hujan akan segera berhenti
berganti
dan kita tak lagi satu hati
Rabu, 25 Maret 2015
Kamis, 12 Maret 2015
Beberapa Contoh Hubungan Tradisional Serantau
(a)
Hubungan
Siam-Melaka
Kerajaan Ayudhya sebelum tahun
1405 menyatakan bahwa Melaka berada di bawah kekuasaaan Kerajaan Ayudhya. Tetapi,
pada saat Melaka diperintah oleh Muhammad Syah, tahun 1405, Melakan mengadakan
hubungan diplomatic dengan Cina, sehingga Cina memberikan perlindungan pada
Melaka. Ayudhya yang merasa merupakan pusat kuasa atas Melaka tidak terima jika
negeri bawahannya setara kedudukannya karena mendapat perlindungan dari Cina
sehingga hal ini menyebabkab Ayudhya merampas alat pertabalan yang diberikan oleh Raja Cina pada
Melaka.
Berdasarkan
konsep tributari dan mandala, Melaka
adalah bagian dari kerjaan Siam, maka kemnculan negeri yang ssetar dengan
Ayudhya adalah menyalahi konsep mandala
sehingga pada tahun 1419, Siam melakukan penyerangan terhadap Melaka. Keadaan
ini menjadikan Siam mendapat kecaman dari Cina. Serangan yang dilakukan Siam
terhadap Melaka menyebabkan beberapa wilayah mandala Siam melepaskan diri dan bergabung dalam wilayah mandala Melaka. Keadaan ini menjadikan
hubungan politik yang agresif dari Ayudhya dan subversive dari Melaka.
Melaka
berkembang pesat dari segi ekonomi, politik dan ketentaraan sejak raja Melaka
menganut agama Islam tahun 1436. Pesatnya Melaka menjadikan sebuah pusat kuasa
politik baru yang menyamai Siam, sedangkan Siam tidak terima dengan keadaan
tersebut.
Pada
masa pemerintahan Sultan Muzaffar Syah, Melaka mencoba untuk mengadakan
hubungan baik dengan Siam dan Ayudhya menerima tawaran tersebut karena secara
ekonomi (perdagangan) kedua kerajaan ini terhubung secara kuat.
(b) Hubungan Myanmar-Siam
Hubungan yang terjalin antara dua
kerajaan besar di Tanah Besar ini dapat
dikatakan kurang harmonis karena berada dalam kedudukan yang setara pada abad
ke-14 hingga ke-16. Hubungan tributary yang dianggap dapat menjamin keadaan
damai di Asia Tenggara tidak mempengaruhi persaingan antara dua kerajaan ini.
Baik Siam maupun Myanmar sama-sama memilih konsep raja alam semesta.
Cakravartin dalam falsafah politik kerajaannya. Dengan begitu tidak heran
apabila munculnya pusat kekuasaan lain menjadi hal yang tidak dapat
diterima,sehingga konflik dan peperangan mewarnai kehidupan dua kerajaan ini
pada abad ke-16 karena perebutan pengaruh dan wilayah mandala.
Sebelum terjadinya konflik dan
peperangan, hubungan antara Siam –Myanmar ini pernah berusaha untuk membina
hubungan baik karena menurut ajaran cakravartin,
seorang raja haruslah menunjukan sikap moral yang baik untuk berdamai terhadap
pemerintahan kerajaan lain, namun karena cara diplomatik ini gagal, maka cara
kekerasan yang digunakan
Pada masa pemerintahan Raja Naresuan,
hubungan Siam dan Myanmar ini berjalan naik dan aman. Sejak abad ke-17 hingga ke-18
mulai terjadi kerjasama antar kerajaan karena raja-raja yang memerintah tidak
berambisi menggunakan kekuasaan dan saling mengadakan misi diplomatik serta
hubungan ekonomi kedua kerajaan berkembang pesat.
(c) Hubungan
Majapahit dengan Negeri-Negeri di Nusantara
Majapahit muncul sebagai kerajaan yg
menggantikan Sriwijaya pada abad pada abad ke-13, yaitu pada tahun 1294 dengan
raja pertama yaitu Kertarajasa Jayawardhana. Majapahit merupakan kerajaan yang
berawal dari dua kerajaan, yaitu Singasari dan Kediri. Majapahit mengalami
puncak kejayaannya pada masa Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, di mana
Majapahit dapat melebarkan kekuasaan dan pengaruh politiknya meliputi hampir
seluruh wilayah Nusantara, dengan ciri-ciri pusat kuasa sosioekonomi
pedalaman,yaitu memanfaatkan ertanian dan hasil hutan, dan memiliki ciri-ciri
perdagangan yang bersifat mariti, yaitu melakukan aktivitas dagang dnegan
India, Asia Barat dan juga Cina.
Hubungan Majapahit terhadap
negeri-negeri di bawah lingkungan politikya menggunakan konsep yang juga
berlaku di Tanah Besar, yaitu konsep raja agung, mandala, dan tributari. Hubungan Majapahit dengan negeri luar mandalanya terjalin baik, yaitu dengan
Campa, Kemboja dan Siam yang mencerminkan samanya kedudukan kerajaan-kerajaan
tersebut. Sedangkan untuk negeri vassalnya, Majapahit terlihat keras dalam
menjalankan kegiatan politiknya, seperti pada Kerajaan Sriwijaya yang telah
ditaklukan oleh Majapahit. Hal ini terjadi karena Sriwijaya menerima tanda
kedudukan “merdeka” dari Cina dan ini dianggap melecehkan kekuasaan Majapahit.
Majapahit mulai kehilangan pamor dan
kuasanya pada abad ke-15 dengan munculnya Melaka sebagai pusata kekuatan
politik, ketentraman dan ekonomi yang utama di Tanah Melayu, serta adanya
pertentangan politik dari dalam Kerajaan Majapahit membuatnya jatuh ke Kerajaan
Demak pada tahun 1527.
Selasa, 10 Maret 2015
Konsep Hubungan Serantau
Hubungan tradisional Asia Tenggara
dimulai sekitar abad ke-13 dan mencapai puncak kejayaannya pada abad ke 15
dengan munculnya Islam sebagai agamayang mulai menggantikan Hindu-Budha di Nusantara.
Asia Tenggara tidak menjalankan hubungan resmi dengan negeri manapun kecuali
Cina, karena Cina dianggap memberikan
keuantungan ekonomi dan politik terhadap negeri-negeri di Asia Tenggara.
Pada bab ini menjelaskan mengenai
hubungan serantau pada zaman tradisional yang bermakna dinamis dan harmonis
sebelum kedatangan bangsa barat sebagai rejim penjajah, yaitu sampai abad
ke-16. Meskipun tidak selalu berjalan harmonis, bukan berarti negeri-negeri di
Asia Tenggara selalu dalam keadaan bermusuhan, keadaan sosipolitik yang
renggang serta kurang stabil disebabkan persaingan dan konflik yang ada di
negeri itu sendiri. Pada dasarnya tidak ada peraturan yang pasti dalam mengatur
hubugan yang terjadi di Asia Tengara, hanya kuasa fizikal yang dapat menjamin
kestabilan politik dan kemakmuran masyarakat.
Konsep hubungan serantau ini dapat
dikaji melalui dua aspek prinsip atau “pandangan dunia” serta aspek amalan.
a.
Pandangan
Dunia Asia Tenggara
Hubungan yang terjadi
dalam negeri Asia Tenggara adalah pencampuran antara pengaruh sosiobudaya
dengan ajaran agama, baik Hindu, Budha, konfusius maupun Islam. Untuk memahami
bentuk pandangan dunia yang dimaksud oleh Asia Tenggara adalah dengan memahami
beberapa konsep berikut :
(i)
Konsep
Perajaan
Institusi
perajaan adalah hal yang penting, karena raja dianggap sebagai puncak kekuasaan
yang dapat menjamin kedamaian, kegemilangan serta kemakmuran rakyat dan
negerinya. Berdasarkan prinsip dasabidharajadharma,
seorang raja dibedakan dalam dua bentuk, yaitu raja yang baik dan alim dnegan
raja yang bersifat kurang bertanggung jawab. Dengan moral raja yang baik dapat
menentukan keselamatan dan kemakmuran masyarkatnya, apabila sebaliknya seorang
raja bermoral buruk, maka akan menjadi pertanda kemerosotan dan kemusnahan
masyarakatnya. Berdasarkan konsep cakravartiin,
raja cakravartiin adalah peringkat
tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang raja dharma-raja serta dianggap
sebagai raja bagi semua raja dan penakluk alam semesta. Raja cakravartiin
ini merupakan sebuah cita-cita tersendiri bagi raja-raja beragama Budha karena
dapat menjadi alat legitimasi politik agung. Institusi perajaan yang berasaskan
ajaran agama Budha menekankan bahwa kerajaan atau pemerintahan adalah sebagaian
dari diri raja, yaitu hidup matinya tergantung pada kuasa moral raja tersebut.
Dalam
agama Islam tidak jauh berbeda dengan yang diterapkan oleh kerajaan Budha. Di
nusantara, kerjaan yang merupakan “metamorphosis” dari kerjaan Hindu Budha ke
agama Islam menerkankan bahwa kedudukan seorang raja dalam geokosmpgi politik
adalah yang tertinggi dan tidak dapat dipertikaikan. Seorang raja hanya
mempertanggungjawabkan kegiatannya pada Tuhan yang telah merestuinya menjadi
raja sehingga raja memiliki kedaulatan atas rakyatnya. Layaknya raja dalam
agama Budha, seorang moral raja Islampun mejandi suatu hal yang penting dalam
tegaknya negeri dan pemerintahan. Menurut Hikayat Pahang, seorang raja yang
disayangi dan cintai oleh Allah adalah raja yang memiliki ciri –ciri sebgai
berikut : malu, ilmu, akal, adil, murah dan keinsafan tentang pentingnya anama,
adat dan patutu baginya dirinya sendiri dan juga bagi pihak yang berada di
bawah wewenangnya.
Dengan
konsep perajan ini menjelaskan betapa peran raja dan juga moralnya penting dalam tegaknya sebuah negeri, karena
raja merupakan penjelamaan dari negari itu sendiri. karena faktor pribadi raja
itu yang menentukan bagaimana sebuah negeri, maka tidak heran apabila terjadi
peruabahan pemerintahan atau kebijakan dalam suatu negeri apabila rajanya juga
berganti.
(ii)
Konsep
Negara/Mandala
Menurut
teori ini, sebuah negeri tidak memiliki batas yang pasti secara fisik, di mana
batas negeri ditentukan oleh pengaruh dari raja yang memerintah, sehingga batas
negeri ini tidak selalu sama apabila terjadi pergantian raja. Mandala berarti bulatan, yaitu bidang
kuasa raja yang berhadapan dengan kekuasaan raja lain. “Bulatan raja-raja” yang
secara politik kosmologis menyatakan bahwa mandala
mewakili sebuah unit politik tertentu yang keadaan politiknya kurang stabil dan
setiap mandala mengandung beberapa
raja-vasal.
Konsep
mandala ini menekankan pada sebuah
pusat kuasa kerajaan pusat yang berkembang ke daerah periferi. Raja agung pusat
memiliki kuasa yang mutlak dan aktif dalam kawasan sekeliling istana saja dan
tidak memperngaruhi raja di vasal-vasalnya, raja vasal bebas menjalankan
kekuasaannya di negeri vasalnya tetapi Raja pusat hanya diikuti dalam hal
tertentu saja,
(iii)
Konsep
Hierarki Antarbangsa
Pada
abad ke-16, hierarki sosiopolitik
serantau di bagi menjadi dua, yaitu peringkat negeri besar (Pegu, Tougoo,
Ayudhya, dan Melaka-Johor) dan negeri kecil (Kemboja, Campa, Chiengmai dan
Pattani). Hubungan antar negeri besar dan negeri kecil dikenal dengan hubungan
tributari, yaitu negeri kecil yang terletak dalam padang kuasa seorang raja
agung menunjukan sikap hormat dan taat setia kepada raja yang dipertuannya.
Hubungan tributari diterima sebagai prinsip dalam interaksi sebuah negeri kecil
dengan negeri besar yang terdekat dengannya. Sebagai penanda hubungan tributari,
negeri kecil ini harus memberikan upeti, baik emas maupun perak, sebagai tanda
bahwa negeri itu menghormati dan menyatakan setia. Apabila negeri besar
menerima upeti tersebut berarti negara ini bertanggungjawab untuk memberikan
perlindungan pada negeri kecil tersebut. Hubungan tributari ini memberikan
dampak positif terhadap sosiopolitik
rantau Asia Tenggara karena dapat menjamin keadaan damai dan tentram
dalam lingkungan Asia Tenggara.
Sistem tributari ini memiliki kedudukan pula dalam negeri Cina,
yang mana negeri Cina berperan sebagai negeri besar sedangkan Asia Tenggara
berperan sebgai negeri kecil. Hal ini teradi karena pada saat itu, Cina
merupakan suatu kekuatan besar dan merupakan negara yang “beradab” (Cina
beradab dikarenakan mengamalkan ajaran konfusius) sehingga banyak negeri yang ingin
bekerjasama dengan Cina dalam bidang perdagangan.
b.
Amalan Hubungan Serantau
Hubungan
serantau di Asia Tenggara terjalin baik sebelum munculnya bangsa barat, yaitu
pada abad ke-17. Hubungan ini meliputi tiga aspek, yaitu sosiobudaya, politik
dan diplomasi, dan perdagangan dan ekonomi. Dari aspek politik, tributari
berkait erat dengan konsep mandala,
yaitu prinsip yang menghubungkan antara pusat politik di Tanah Besar maupun di rantau
di Asia Tenggara.
Pada
pertengahan abad ke-14 perkembangan sosiopolitik di Asia Tenggara memunculkan
sosiopolitik baru, muncul ajaran-ajaran agama baru seperti Budha Theravada yang
mempengaruhi proses perkembangan politik, agama Islam yang berperan dalam
negari-negeri maritim. Hal ini tetapi tidak mengubah sistem politik dan
diplomasi di wilayah Asia Tenggara.
Pusat-pusat
politik di Asia Tenggara sselain menjalin hubungan tributari, juga menjalin
hubungan diplomasi, hubungan diplomasi ini menjadi erat dengan mnculnya tekanan
barat sehiingga kerjasama yang kuat dijalain untuk menentukan keselamatan satu
sama lain. Ikatan pernikahanpun tidak lepas dari sebuah hubungan politik
diplomasi untuk mempererat hubungan persahabatan,kedudukan politik, kedamaian
dan juga masalah ekonomi. Dengan adanya hubungan diplomasi ini, menumbuhkan
pula cara lain untuk memperat antar negeri berkuasa, yaitu dengan perikatan
politik dan ketentraman lewat ancaman
kekuasaan ketiga. Namun hubungan ekonomi dan perdagangan yang terlihat
memberikan dampak positif dalam kerjasama serantau ini. Hubungan ekonomi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan ekonomi
di Asia Tenggara pada abad ke-16, yaitu Cina membuka perdagangan pada para
pedagang setempat dan pedagang bangsa lain, perkembangan teknologi perkapalan
serta permintaan rempah-rempah dari Asia Tenggara yang semakin meningkat di
pasaran Eropa. semakin meningktnya kegiatan ekonomi perdgangan di Asia Tenggara
ini tentu memicu munculnya pusat-pusat perdagangan baru, serta munculnya
pusat-pusat perdangan maritime yang dapat mempertemukan dua jenis barang dari
wilayah setempat dan juga barang dari tempat asing. Hal akhirnya memunculkan
sistem “pengkhususan” dalam proses menghasilkan bahan-bahan setempat. Perkembangan
ekonomi yang terjadi Asia Tenggara ini mengubah corak perniagaan yang awalnya
hanya sebatas kegiatan “menjaja” berubah menjadi sistem perdagangan yang sistematis. Dengan
terbinanya kerjasama ekonomi ini memberikan efek saling bergantung antar negeri
sehingga apabila muncul suatu pertentangan politik dapat menggangu kemajuan
masyarakat.
Dari
aspek sosiobudaya, meskipun antara masyarakat Tanah Besar dan negeri maritime
memliki perbedaan agama, namun dari beberapa aspek terdapat kesamaan
sosiobudaya, seperti konsep kaum kerabat yang digunakan dalam bidang politik
dan kekuasaan, aspek-aspek budaya dan adat yang diwarisi dari zaman animism
hingga Hindu-Budha,dan konsep masyarakat yang berpusat di kampung. Sedangkan
dalam hubungan sosial masyarakat, di Asia Tenggara hubungan ini menekankan
hubunga pribadai terhadap saudara , tuan dan anak buah, raja dan penyokongnya,
dengan tanggung jawab selalu bersifat vertikal.
Senin, 09 Maret 2015
Latar belakang Asia Tenggara hingga abad ke-17
Asia Tenggara merupakan istilah yang
muncul setelah perang dunia kedua. Namun tidak berarti bahwa “Asia Tenggara”
itu sendiri tidak ada secara nyata dalam hubungan sosiobudaya, politik dan
ekonomi sebelum perang dunia kedua tersebut.
Asia Tenggara terbagi dalam dua
wilayah secara umun, yaitu Asia Tenggara daratan dan Asia Tenggara kepulauan.
Penduduk Asia Tenggara ini merupakan keturunan beberapa rumpun etnik besar
zamaan prasejarah dan sejarah.
Masyarakat Asia Tenggara menganut sistem
kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum mengalami pengindiasasian pada abad
pertama masehi. Dengan munculnya agama dalam kehidupan masyarakat Asia Tenggara,
Budha dan Hindu, mempengaruhi secara mendalam konsep politik dan sosibudaya masyarakat.
Namun tidak semua wilayah di Asia Tenggara ini mengalamai proses indianisasi,
seperti Vietnam dan Filipina. Meskipun begitu, wilayah yang mengalamai proses
indianisasi tidak serta merta menerima secara penuh indianisasi ini, setiap
wilayah memiliki local genius masing-masing sehingga indanisasi disesuaikan dengan
keadaan sosiopolitik dan budaya masyarakat setempat.
Telah disebutkan di awal bahwa, Asia
Tenggara merupakan daerah daratan dan kepulauan, dengan begitu secara geografi
Asia Tenggarapun penuh dengan hutan belantara dan gunung-gunung yang menyulitkan
komunikasi antar wilayah sehingga salah satu jalur untuk mempermudah hubungan antar
wilayah adalah sungai, karena itu pusat kerajaan kebanyakan berada di dekat
sungai.
Pengaruh agama Hindu dan Budha pada
awal masehi memiliki persamaan secara fisik dalam segi budaya, seperti
kepercayaan akan hubungan manusia dengan dunia kedewaan, struktur kota dipagar
oleh dinding batu dan benteng kayu, di mana istana terdapat didalamnya, rumah
kayu untuk golongan pembesar dan penduduk. hanya kuil dan tempat keagamaan yang
menggunakan batu bata di tengah kota tersebut seperti gunung meru, yang
dianggap sebagai sumber kekuatan rohani dan duniawi. Selain itu, persamaan
fisik dari pusat kuasa tersebut juga mementingkan kawasan lembah dan kuala
sungai-sungai yang mengalir dari kawasan gunung ke lembah dan laut. kawasan
yang subur dari laut dan sungai ini menjadi tempat aktivitas peprdagangan serta menjadikan wilayah ini unit-unit
politik yang sederhana. Meskipun kendala alam ini menghalangi hubungan antara
satu pusat kuasa dengan yang lainnya, maka terdapat suatu usaha pusat kuasa
dengan menggunakan satu sistem politik yang dinamakan supra wilayah. yaitu
pusat supra wilayah dan pusat kuasa wilayah membuat tuntutan politik dan
ekonomi terhadap beberapa pusat kuaasa yang lainnya. pemerintah pusat supra
wilayah kadang menunjukan kewibawaan dan pengaruhnya lewat perang ataupun
kekayaan ekonomi. dengan menunjukan hal tersebut, sebuah pemerintahan atau raja
dapat mengekalkan kekuasaannya terhadap pusat kuasa di bawahnya.
Negeri-negeri di Asia Tenggara ini
dibagi menjadi dua kategori, yaitu negeri pedalaman dan negeri maritim. ciri
penting dari kedua negeri ini adalah ciri politik dan ekonominya. Dimana negeri
pedalaman sistem politiknya adalah politik kuku besi dan sitem ekonomi adalah
pertanian, sedangkan negeri maritim sistem politikya adalah liberal dan sistem
ekonominya perdagangan. Hal tersebut tidak menunjukan perkembangan sebenarnya
terhadap asia tenggara, di mana tidak semua negeri hanya berbasis pada salah
satu bentuk, contohnya Kerajaan Siam dan Toungoo, di mana ciri sosioekonomi mirip
negara maritim, tetapi geografi dan politiknya cenderung ke negeri pedalaman.
Dari segi sosiopolitik, terdapat konsep
dan sistem politik yang dijalankan di negeri-negeri Asia Tenggara dirumuskan
dalam dua sekolah asas, yaitu sekolah “sosiologi” dan sekolah “pemerintahan
kuku besi ketimuran”. Sekolah sosiologis yaitu sistem politik yang dijalankan dikalangan
pusat kuasa yang dipengaruhi oleh Hindu-Buddhisme-Islam, yang mana agama
menjadi pengejawantahan bahwa raja memiliki kewibawaan dan hubungan istimewa
dengan dunia kedewaan, sedangkan sekolah pemerintahan kuku besi ketimuran
menekankan pada aspek-aspek penting masyarakat tradisional Asia Tenggara
termasuk aspek pertanian yang bergantung pada sistem pengairan yang diurus oleh
kuasa pusat untuk menghasilkan keperluan sehari-hari rakyat (Hydraulic Society). Dengan menguasai
institusi agama dan sistem pengairan, seorang
raja dapat menjamin kekuasaan negerinya secara mutlak, baik tanah maupun
rakyat. Kedua sekolah tersebut memiliki tiga aspek yang berkaitan dengan teori
kekuasaan pusat tradisional, yaitu pentingnya agama sebagai institusi keamanan
dan kestabilan masyarakat; peranan perniagaan yang dianggap tidak penting dalam
masyarkat; dan ketiadaan konsep sejarah sebagai suatu perkembangan dinamis.
Dari segi ekonomi, Asia Tenggara
mengalami perubahan yang signifikan pada abad ke-13 dan abad ke-17. Sistem satu
entreport berubah menjadi beberapa entreport, baik skala kecil maupun besar. sistem
perdagangan baru pun memberikan dampak positif, dan bahasa Melayu menjadi lingua franca dikalangan masyarakat Asia
Tenggara.
Ringkasan Perkembangan
Pusat Kuasa Tempatan
Selama jangka waktu tiga abad, yaitu
abad ke-14 hingga ke-17, muncul pusat-pusat kuasa tradisional di Asia Tenggara,
seperti Tougo di Myanmar, Ayudhya di Siam,Viantine di Laos, Hue di Vietnam, Melaka
dan Johor di Tanah Melayu, Aceh di Suamtera dan Mataram di Jawa. Semua kerajaan
tersebut mengalami perkembangan sosio politik yang sama seperti ketidakstabilan
politik. Dari aspek budaya, negeri-negeri Asia Tenggara pada zaman tradisional
terbagi dalam dua kategori yaitu yang berbudaya induk , India, dan negara yang
berbudaya “Sinicized” atau kecinaan.
#review buku ASIA
TENGGARA : HUBUNGAN TRADISIONAL SERANTAU (KOBKUA
SUWANNATHAT-PIAN)
Label:
asia,
dinamisme animism,
hindu budha,
HUBUNGAN TRADISIONAL SERANTAU,
Hydraulic Society,
indianisasi,
KOBKUA SUWANNATHAT-PIAN,
lingua franca,
Sinicized,
TENGGARA
Minggu, 08 Maret 2015
Mengapa Mengkaji Hubungan Tradisional Serantau?
Tinjauan sejarah Asia Tenggara masih mengalami kekurangan informasi secara
mendetail mengenai Asia Tenggara secara utuh dari perspektif banga Asia
Tenggara sendiri.. Kebanyakan sejarah yang menampilkan Asia Tenggara adalah
dari pandangan barat, di mana sejarah Asia Tenggara seakan-akan ada setelah
bersentuhan dengan barat, melalui penjajahan. Selain itu, tidak semua wilayah di Asia
Tenggara menjadi bahan catatan sejarah
bangsa barat, hanya wilayah-wilayah tertentu saja. Analisis mendalam mengenai perkembangan
hubungan sosioekonomi dan politik di Asia Tenggara pun kurang tergambarkan
secara jelas.
Hubungan wilayah-wilayah di Asia
Tenggara yang awalnya dapat terjalin secara langsung, pada akhir abad ke-19 Asia
Tenggara tidak lagi memiliki kuasa untuk melakukan suatu hubungan kerja sama dengan
wilayah lain di Asia Tenggara kecuali
lewat rejim penjajah yang bersangkutan. Misalnya
kerajaan Siam tidak dapat secara lagsung menjalin kerjasama dengan Burma tanpa
lewat Inggris sebagai penjajah di wilayah tersebut.
Barat menganggap bahwa Asia Tenggara
tidaklah memiliki hubungan yang dinamis dan harmonis antar wilayah sebelum
kedatangan barat. Asia Tenggara adalah wilayah yang selalu melakukan
persaingan, peperangan dan permusuhan sebelum kedatangan bangsa barat, maka
bangsa barat menganggap bahwa kedatangan mereka ini adalah sebuah bentuk
pemberadaban bagi Asia Tenggara.
Maka dengan adanya kajian Asia
Tenggara ini diharapkan dapat memberikan analisa baru yang benar-benar
memperlihatkan hubungan wilayah-wilayah di Asia Tenggara yang berlainan dengan
gambaran sarjana barat. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai perkembangan
Asia Tenggara adalah dengan penulisan sejarah modern Asia Tenggara. Penulisan
sejarah modern Asia Tenggara muncul pada pertengahan kedua abad ke-19 setelah
kedatangan bangsa barat, penulisan sejarah modern ini menekankan aspek logika,
objektif, fakta yang dapat dibuktikan yang tentu berbeda dengan penulisan sejarah
tradisional yang selama ini berkembang di wilayah Asia Tenggara, di mana unsur
sosio budaya, mitos dan legenda masuk dalam unsur sejarah. Dengan adanya penulisan sejarah modern Asia Tenggara
oleh para sarjana barat, sejarah Asia Tenggara yang tertulis adalah sejarah
yang memiliki tujuan imperialis bangsa barat tersebut, seperti
mengagung-agungkan usaha para penjajah barat dalam membangun Asia Tenggara dan
mengaggap bahwa sebelum datangnya bangsa barat sejarah Asia Tenggara tidaklah
ada.
Perkembangan penulisan modern Asia
Tenggara ini awalnya dibagi dalam tiga tahap yaitu sekolah barat-sentris,
sekolah asia-sentris dan sekolah berautonomi. Dengan adanya penulisan yang bertahap
ini masih menunjukan kurang jelasnya bentuk hubungan wilayah-wilayah di Asia
Tenggara. Untuk itu, kajian ini hadir sebagai bentuk pemaparan akan
perkembangan Asia Tenggara antara abad ke 17-19 sebelum kedatangan bangsa
barat.
Langganan:
Postingan (Atom)