Senin, 09 Maret 2015

Latar belakang Asia Tenggara hingga abad ke-17




Asia Tenggara merupakan istilah yang muncul setelah perang dunia kedua. Namun tidak berarti bahwa “Asia Tenggara” itu sendiri tidak ada secara nyata dalam hubungan sosiobudaya, politik dan ekonomi sebelum perang dunia kedua tersebut.  Asia Tenggara  terbagi dalam dua wilayah secara umun, yaitu Asia Tenggara daratan dan Asia Tenggara kepulauan. Penduduk Asia Tenggara ini merupakan keturunan beberapa rumpun etnik besar zamaan prasejarah dan sejarah.

Masyarakat Asia Tenggara menganut sistem kepercayaan animisme dan dinamisme sebelum mengalami pengindiasasian pada abad pertama masehi. Dengan munculnya agama dalam kehidupan masyarakat Asia Tenggara, Budha dan Hindu, mempengaruhi secara mendalam konsep politik dan sosibudaya masyarakat. Namun tidak semua wilayah di Asia Tenggara ini mengalamai proses indianisasi, seperti Vietnam dan Filipina. Meskipun begitu, wilayah yang mengalamai proses indianisasi tidak serta merta menerima secara penuh indianisasi ini, setiap wilayah memiliki local genius masing-masing sehingga indanisasi disesuaikan dengan keadaan sosiopolitik dan budaya masyarakat setempat.

Telah disebutkan di awal bahwa, Asia Tenggara merupakan daerah daratan dan kepulauan, dengan begitu secara geografi Asia Tenggarapun penuh dengan hutan belantara dan gunung-gunung yang menyulitkan komunikasi antar wilayah sehingga salah satu jalur untuk mempermudah hubungan antar wilayah adalah sungai, karena itu pusat kerajaan kebanyakan berada di dekat sungai.

Pengaruh agama Hindu dan Budha pada awal masehi memiliki persamaan secara fisik dalam segi budaya, seperti kepercayaan akan hubungan manusia dengan dunia kedewaan, struktur kota dipagar oleh dinding batu dan benteng kayu, di mana istana terdapat didalamnya, rumah kayu untuk golongan pembesar dan penduduk. hanya kuil dan tempat keagamaan yang menggunakan batu bata di tengah kota tersebut seperti gunung meru, yang dianggap sebagai sumber kekuatan rohani dan duniawi. Selain itu, persamaan fisik dari pusat kuasa tersebut juga mementingkan kawasan lembah dan kuala sungai-sungai yang mengalir dari kawasan gunung ke lembah dan laut. kawasan yang subur dari laut dan sungai ini menjadi tempat aktivitas peprdagangan  serta menjadikan wilayah ini unit-unit politik yang sederhana. Meskipun kendala alam ini menghalangi hubungan antara satu pusat kuasa dengan yang lainnya, maka terdapat suatu usaha pusat kuasa dengan menggunakan satu sistem politik yang dinamakan supra wilayah. yaitu pusat supra wilayah dan pusat kuasa wilayah membuat tuntutan politik dan ekonomi terhadap beberapa pusat kuaasa yang lainnya. pemerintah pusat supra wilayah kadang menunjukan kewibawaan dan pengaruhnya lewat perang ataupun kekayaan ekonomi. dengan menunjukan hal tersebut, sebuah pemerintahan atau raja dapat mengekalkan kekuasaannya terhadap pusat kuasa di bawahnya.

Negeri-negeri di Asia Tenggara ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu negeri pedalaman dan negeri maritim. ciri penting dari kedua negeri ini adalah ciri politik dan ekonominya. Dimana negeri pedalaman sistem politiknya adalah politik kuku besi dan sitem ekonomi adalah pertanian, sedangkan negeri maritim sistem politikya adalah liberal dan sistem ekonominya perdagangan. Hal tersebut tidak menunjukan perkembangan sebenarnya terhadap asia tenggara, di mana tidak semua negeri hanya berbasis pada salah satu bentuk, contohnya Kerajaan Siam dan Toungoo, di mana ciri sosioekonomi mirip negara maritim, tetapi geografi dan politiknya cenderung ke negeri pedalaman.

Dari segi sosiopolitik, terdapat konsep dan sistem politik yang dijalankan di negeri-negeri Asia Tenggara dirumuskan dalam dua sekolah asas, yaitu sekolah “sosiologi” dan sekolah “pemerintahan kuku besi ketimuran”. Sekolah sosiologis yaitu sistem politik yang dijalankan dikalangan pusat kuasa yang dipengaruhi oleh Hindu-Buddhisme-Islam, yang mana agama menjadi pengejawantahan bahwa raja memiliki kewibawaan dan hubungan istimewa dengan dunia kedewaan, sedangkan sekolah pemerintahan kuku besi ketimuran menekankan pada aspek-aspek penting masyarakat tradisional Asia Tenggara termasuk aspek pertanian yang bergantung pada sistem pengairan yang diurus oleh kuasa pusat untuk menghasilkan keperluan sehari-hari rakyat (Hydraulic Society). Dengan menguasai institusi agama dan sistem pengairan, seorang  raja dapat menjamin kekuasaan negerinya secara mutlak, baik tanah maupun rakyat. Kedua sekolah tersebut memiliki tiga aspek yang berkaitan dengan teori kekuasaan pusat tradisional, yaitu pentingnya agama sebagai institusi keamanan dan kestabilan masyarakat; peranan perniagaan yang dianggap tidak penting dalam masyarkat; dan ketiadaan konsep sejarah sebagai suatu perkembangan dinamis.

Dari segi ekonomi, Asia Tenggara mengalami perubahan yang signifikan pada abad ke-13 dan abad ke-17. Sistem satu entreport berubah menjadi beberapa entreport, baik skala kecil maupun besar. sistem perdagangan baru pun memberikan dampak positif, dan bahasa Melayu menjadi lingua franca dikalangan masyarakat Asia Tenggara.



Ringkasan Perkembangan Pusat Kuasa Tempatan

Selama jangka waktu tiga abad, yaitu abad ke-14 hingga ke-17, muncul pusat-pusat kuasa tradisional di Asia Tenggara, seperti Tougo di Myanmar, Ayudhya di Siam,Viantine di Laos, Hue di Vietnam, Melaka dan Johor di Tanah Melayu, Aceh di Suamtera dan Mataram di Jawa. Semua kerajaan tersebut mengalami perkembangan sosio politik yang sama seperti ketidakstabilan politik. Dari aspek budaya, negeri-negeri Asia Tenggara pada zaman tradisional terbagi dalam dua kategori yaitu yang berbudaya induk , India, dan negara yang berbudaya “Sinicized” atau kecinaan.

#review buku ASIA TENGGARA : HUBUNGAN TRADISIONAL SERANTAU (KOBKUA SUWANNATHAT-PIAN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar