(a)
Hubungan
Siam-Melaka
Kerajaan Ayudhya sebelum tahun
1405 menyatakan bahwa Melaka berada di bawah kekuasaaan Kerajaan Ayudhya. Tetapi,
pada saat Melaka diperintah oleh Muhammad Syah, tahun 1405, Melakan mengadakan
hubungan diplomatic dengan Cina, sehingga Cina memberikan perlindungan pada
Melaka. Ayudhya yang merasa merupakan pusat kuasa atas Melaka tidak terima jika
negeri bawahannya setara kedudukannya karena mendapat perlindungan dari Cina
sehingga hal ini menyebabkab Ayudhya merampas alat pertabalan yang diberikan oleh Raja Cina pada
Melaka.
Berdasarkan
konsep tributari dan mandala, Melaka
adalah bagian dari kerjaan Siam, maka kemnculan negeri yang ssetar dengan
Ayudhya adalah menyalahi konsep mandala
sehingga pada tahun 1419, Siam melakukan penyerangan terhadap Melaka. Keadaan
ini menjadikan Siam mendapat kecaman dari Cina. Serangan yang dilakukan Siam
terhadap Melaka menyebabkan beberapa wilayah mandala Siam melepaskan diri dan bergabung dalam wilayah mandala Melaka. Keadaan ini menjadikan
hubungan politik yang agresif dari Ayudhya dan subversive dari Melaka.
Melaka
berkembang pesat dari segi ekonomi, politik dan ketentaraan sejak raja Melaka
menganut agama Islam tahun 1436. Pesatnya Melaka menjadikan sebuah pusat kuasa
politik baru yang menyamai Siam, sedangkan Siam tidak terima dengan keadaan
tersebut.
Pada
masa pemerintahan Sultan Muzaffar Syah, Melaka mencoba untuk mengadakan
hubungan baik dengan Siam dan Ayudhya menerima tawaran tersebut karena secara
ekonomi (perdagangan) kedua kerajaan ini terhubung secara kuat.
(b) Hubungan Myanmar-Siam
Hubungan yang terjalin antara dua
kerajaan besar di Tanah Besar ini dapat
dikatakan kurang harmonis karena berada dalam kedudukan yang setara pada abad
ke-14 hingga ke-16. Hubungan tributary yang dianggap dapat menjamin keadaan
damai di Asia Tenggara tidak mempengaruhi persaingan antara dua kerajaan ini.
Baik Siam maupun Myanmar sama-sama memilih konsep raja alam semesta.
Cakravartin dalam falsafah politik kerajaannya. Dengan begitu tidak heran
apabila munculnya pusat kekuasaan lain menjadi hal yang tidak dapat
diterima,sehingga konflik dan peperangan mewarnai kehidupan dua kerajaan ini
pada abad ke-16 karena perebutan pengaruh dan wilayah mandala.
Sebelum terjadinya konflik dan
peperangan, hubungan antara Siam –Myanmar ini pernah berusaha untuk membina
hubungan baik karena menurut ajaran cakravartin,
seorang raja haruslah menunjukan sikap moral yang baik untuk berdamai terhadap
pemerintahan kerajaan lain, namun karena cara diplomatik ini gagal, maka cara
kekerasan yang digunakan
Pada masa pemerintahan Raja Naresuan,
hubungan Siam dan Myanmar ini berjalan naik dan aman. Sejak abad ke-17 hingga ke-18
mulai terjadi kerjasama antar kerajaan karena raja-raja yang memerintah tidak
berambisi menggunakan kekuasaan dan saling mengadakan misi diplomatik serta
hubungan ekonomi kedua kerajaan berkembang pesat.
(c) Hubungan
Majapahit dengan Negeri-Negeri di Nusantara
Majapahit muncul sebagai kerajaan yg
menggantikan Sriwijaya pada abad pada abad ke-13, yaitu pada tahun 1294 dengan
raja pertama yaitu Kertarajasa Jayawardhana. Majapahit merupakan kerajaan yang
berawal dari dua kerajaan, yaitu Singasari dan Kediri. Majapahit mengalami
puncak kejayaannya pada masa Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, di mana
Majapahit dapat melebarkan kekuasaan dan pengaruh politiknya meliputi hampir
seluruh wilayah Nusantara, dengan ciri-ciri pusat kuasa sosioekonomi
pedalaman,yaitu memanfaatkan ertanian dan hasil hutan, dan memiliki ciri-ciri
perdagangan yang bersifat mariti, yaitu melakukan aktivitas dagang dnegan
India, Asia Barat dan juga Cina.
Hubungan Majapahit terhadap
negeri-negeri di bawah lingkungan politikya menggunakan konsep yang juga
berlaku di Tanah Besar, yaitu konsep raja agung, mandala, dan tributari. Hubungan Majapahit dengan negeri luar mandalanya terjalin baik, yaitu dengan
Campa, Kemboja dan Siam yang mencerminkan samanya kedudukan kerajaan-kerajaan
tersebut. Sedangkan untuk negeri vassalnya, Majapahit terlihat keras dalam
menjalankan kegiatan politiknya, seperti pada Kerajaan Sriwijaya yang telah
ditaklukan oleh Majapahit. Hal ini terjadi karena Sriwijaya menerima tanda
kedudukan “merdeka” dari Cina dan ini dianggap melecehkan kekuasaan Majapahit.
Majapahit mulai kehilangan pamor dan
kuasanya pada abad ke-15 dengan munculnya Melaka sebagai pusata kekuatan
politik, ketentraman dan ekonomi yang utama di Tanah Melayu, serta adanya
pertentangan politik dari dalam Kerajaan Majapahit membuatnya jatuh ke Kerajaan
Demak pada tahun 1527.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar